Remaja Keluyuran hingga Dini Hari, DPRD Samarinda Ingin Solusi Bukan Vonis

SAMARINDA — Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, mengungkapkan adanya wacana untuk mengkaji pemberlakuan jam malam bagi pelajar. Wacana ini muncul sebagai respons atas meningkatnya aktivitas remaja yang kerap nongkrong di luar rumah hingga larut malam, yang dikhawatirkan berdampak negatif terhadap pembentukan karakter dan keamanan mereka. “Banyak anak keluyuran hingga larut berpotensi memicu masalah. Kami perlu langkah konkret sebelum terjadi hal tidak diinginkan,” ujar Novan saat ditemui di ruang kerjanya. pada (17/05/2025).
Menurutnya, meskipun belum ada situasi darurat yang mendesak, langkah antisipatif tetap perlu dipersiapkan melalui kajian komprehensif. Ia menilai pendekatan yang reaktif tidak cukup untuk menangani masalah kenakalan remaja yang kompleks.
Lebih lanjut, Novan menegaskan bahwa solusi sejatinya tidak hanya bersumber dari aturan formal, melainkan juga harus ditopang oleh lingkungan keluarga yang suportif. “Komunikasi orang tua-anak harus diperkuat agar pelajar paham risiko di luar rumah malam hari. Jika anak keluar melewati jam normal, orang tua wajib mengingatkan,” tegasnya.
Saat ini, pendekatan yang digunakan pemerintah kota lebih bersifat persuasif dan edukatif dalam mencegah kenakalan remaja. Namun, Novan juga menggarisbawahi pentingnya memahami akar persoalan yang menyebabkan sebagian pelajar terlibat dalam perilaku menyimpang. “Kita tidak boleh langsung memvonis. Harus ada pendekatan untuk tahu penyebab kenakalan,” imbuhnya.
Berdasarkan data dari Satuan Reserse Kriminal Polresta Samarinda, sepanjang tahun 2024 tercatat sekitar 65% kasus tawuran dan pencurian ringan melibatkan pelajar di bawah umur. Menariknya, sebagian besar insiden tersebut terjadi pada rentang waktu pukul 22.00 hingga 02.00 WITA.
Wacana pemberlakuan jam malam ini pun menuai respons beragam di kalangan masyarakat, khususnya orang tua. Sebagian menyambutnya sebagai bentuk perlindungan anak, namun tidak sedikit pula yang berpendapat bahwa edukasi dan pembinaan karakter jauh lebih penting daripada pembatasan waktu aktivitas.
Novan menyampaikan bahwa kajian kebijakan tersebut akan melibatkan beragam pemangku kepentingan, mulai dari psikolog, akademisi, hingga organisasi kepemudaan. “Tujuannya preventif, bukan menghukum. Kami ingin ciptakan lingkungan aman bagi generasi muda,” pungkasnya.
Rencana tersebut ditargetkan rampung pada triwulan III tahun 2025 dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan lebih lanjut. []
Redaksi10