Jalan Buntu Sengketa Batas Desa KKR

A. Hadi Ketua Tim Tapal Batas Desa, Kabupaten Kubu Raya, saat diwawancarai wartawan Kontributor Berita Borneo Kubu Raya belum lama ini
A. Hadi Ketua Tim Tapal Batas Desa, Kabupaten Kubu Raya, saat diwawancarai wartawan Kontributor Berita Borneo Kubu Raya belum lama ini

KUBU RAYA. Sengketa batas desa yang terjadi antara Desa Tebang Kacang Kecamatan Sungai Raya dengan Desa Pasak Piang Kecamatan Sungai Ambawang di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, belum juga menemui titik temu.

Terkait dengan hal tersebut, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (30/4), Kepala Bidang Pemerintahan Desa Pemkab Kubu Raya, Anna Mahliana, SH, M.Si, mengatakan Surat Keputusan (SK) Bupati Kubu Raya nomor 367 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 27 tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa.

Pada Permendagri 27 tahun 2006, BAB V tentang Penyelesaian Perselisihan, pasal 9 menyebutkan perselisihan batas desa antar desa dalam satu kecamatan diselesaikan secara musyawarah yang difasilitasi oleh camat, sedangkan perselisihan batas antar desa pada kecamatan yang berbeda diselesaikan secara musyawarah yang difasilitasi oleh unsur pemerintah kabupaten/kota.

“Apabila upaya musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak tercapai, maka penyelesaian perselisihan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan keputusannya bersifat final,” ujar Anna.

Untuk itu ia mempersilahkan jika ada pihak yang handak menggugat ke pengadilan tata usaha negara karena menganggap SK 367 cacat hukum. “Kalau ada buktinya silahkan diajukan pemerintahan Kapupaten Kubu Raya ke PTUN, jangan mengklaim tidak mendasar,” ucapnya.

Ketua Tim Tapal Batas Desa Kabupaten Kubu Raya, A. Hadi menegaskan masih belum menemui titik temu.

Ia mengaku sudah menghadap Asisten I Sekda Kubu Raya, namun tidak ada solusinya. “Saya sudah tahu kronologis awalnya, yang jelas tidak ada kepedulian dari Kepala Desa Tebang Kacang yang baru, Sutaji, terhadap kepentingan masyarakat banyak. Sehingga dengan mudahnya orang luar mencaplok lahan di daerah Desa Tebang Kacang. Dan lucunya surat keputusan (SK) sepihak bisa disetujui menjadi suatu keputusan,” paparnya.

Menurut Rani, berubahnya batas Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai Ambawang melalui prosedur hukum yang betul betul riil. Tahun 1992 pemerintah melalui satelit TNI sudah menentukan batas Kecamatan Sungai Ambawang dan Kecamatan Sungai Raya itu.

“Sudah dipetakan berarti sudah ada perda, kenapa dengan mudah merubah dan bikin peta baru yang saya lihat tidak ada berkesenambungan, apakah ini dikatakan program pemerintah,” ujarnya mempertanyakan.

Ia menyampaikan, data pendukung perbatasan desa yang ada di Kecamatan Sungai Raya dengan desa lain di Kecamatan Sungai Ambawang, adalah Sungai Ambawang tidak ada yang menandatangani dan tidak ada sosialisasinya.

“Berarti keputusan ini saya anggap sepihak. Saya sudah sampaikan kepada kepala desa dan instansi yang berkompeten, saya sebagai pihak yang mewakili masyarakat mau mengadu kemana,” ujarnya.

Apakah kami harus memakai hukum rimba sementara kami berada di wilayah Republik Indonesia. Ia menegaskan ini bukan jaman penjajah lagi, kalau tebang kacang dikatakan kawasan penjajah berarti tidak ada pemerintah.

“Peralihan tapal batas Desa Tebang Kacang, Pasak Piang dan batas kecamatan saya anggap tidak sah dan cacat hukum, kalau ini program pemerintah tentunya ada tim survey,” jelasnya.

“Seharusnya ada persetujuan dari tingkat satu, kalau saya lihat sengketa tapal batas ini ada indikasi unsur kepentingan karena tidak ada produk hukum yang jelas. Bayangkan SK yang diterbitkan dari pemerintah hanya tandatangan daftar hadir, Supiansyah sebagai wakil kepala desa dan sekretaris yang menandatangani kesepakatan itu,” ucap Rani.

Sementara itu, Camat Sungai Ambawang H.M. Jaini, S.sos, MSi juga menjelaskan SK 367 tentang tapal batas desa, menyatakan bahwa Desa Pasak Piang tidak berbatasan langsung dengan Desa Tebang Kacang, yang berbatasan langsung dengan Desa Bengkarek. “Bergeser atau tidak tapal batas Desa dan kecamatan saya tidak tau,” katanya.

Terkait kesepakatan, lanjut Jaini, harus menghadirkan kedua belah pihak, tidak mungkin kabupaten menentukan begitu saja.

“Masalahnya, dimana-mana kalau tanah sudah terbuka ada perusahaan masuk inilah yang menjadi polemik, kalau tanah tidak digerak-gerakkan dan tidak ada perusahaan masuk tidak ada polemik yang terjadi,” sindir Jaini.

Ia juga menyebutkan kalau ada pihak yang merasa tidak puas atas SK 367 yang dikeluarkan pemerintah, silahkan ajukan kepada pemerintah kabupaten, kalau ada ata-data baru. Mulyadi/Rachmat Effendi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *