Subandi Kritisi Kebijakan Pusat Kuasai Sektor Pertambangan

SAMARINDA – Penyerobotan kawasan Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman (Unmul) yang merupakan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) oleh aktivitas penambangan ilegal beberapa waktu lalu mendapat kecaman luas dari berbagai elemen masyarakat. Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Subandi, mendesak agar pihak berwenang segera menyelidiki dan menuntaskan kasus ini agar dapat memberi efek jera bagi pelaku serta memperkuat upaya perlindungan lingkungan dan kelestarian alam yang berkelanjutan.
“Hutan pendidikan ini bisa dianggap sebagai paru-paru Kota Samarinda, namun justru ditambang. Tindakan ini sangat buruk dan kami mengutuk keras, apalagi itu ilegal,” ujar Subandi, Kamis (01/05/2025).
Subandi juga mengkritisi kebijakan perizinan dan pengawasan sektor pertambangan yang sepenuhnya berada di bawah kewenangan pemerintah pusat, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Mineral Batubara. Undang-undang tersebut mengatur bahwa kewenangan pengelolaan pertambangan, termasuk pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP), hanya ada di tangan pemerintah pusat.
Menurut Subandi, sistem kewenangan yang terpusat ini mempersulit pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, dalam melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran peraturan pertambangan yang terjadi di wilayah mereka. Politisi dari PKS ini pun menilai perlu adanya revisi terhadap undang-undang tersebut, karena daerah hanya menerima dampak buruk seperti kerusakan lingkungan, lubang bekas tambang yang tidak direklamasi, serta bencana seperti banjir dan longsor yang mengancam keselamatan warga.
“Yang kami rasakan hanya kerugian akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan,” tambahnya.
Subandi berharap agar pengelolaan pertambangan dapat dikembalikan kepada pemerintah daerah, agar pengawasan, pembinaan, dan penindakan terhadap kegiatan pertambangan ilegal dapat dilakukan dengan lebih efektif.[]
Himawan Minarno.