Miris! Petani di Probolinggo Curhat, Sawah Produktif Dipersoalkan Pihak Lain

MENCARI KEADILAN : Kholifah (sebelah kanan baju kuning) didampingi keluarganya Muzayyadah petani asal Dusun Blumbang, Desa Karanggeger, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo mencari perlindungan hukum dan keadilan atas kasus yang membelitnya. (Foto : Rac)

PROBOLINGGO, PRUDENSI.COM-Kholifah (37 tahun) Warga Dusun Blumbang, Desa Karanggeger, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo terus berupaya mempertahankan lahan sawah produktif miliknya, yang diklaim pihak lain.

Selain mempunyai nilai historis peninggalan leluhurnya, lahan sawahnya yang menjadi tumpuan hidup bersama keluarganya kini sedang dipersoalkan orang lain.

Sudah setahun, Kholifah sebagai seorang petani terganggu dengan adanya kasus yang menimpanya, lahan sawah yang dulu ia garap secara turun-temurun tidak pernah ada masalah yang membelitnya, kini menjadi tak normal, hanya karena gara-gara ada pihak lain yang mengaku ikut memilikinya.

Sementara Kholifah secara sah bisa membuktikan keabsahan lahan sawahnya dengan sertifikat hak milik (SHM) yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kabupaten Probolinggo pada tahun 2006 silam.

“Kami dan keluarga ingin merasa tenang pak, kami tidak ingin punya musuh dengan siapapun, selama ini kami merasa tertekan lalu kepada siapa kami minta perlindungan kalau bukan kepada aparat penegak hukum (Bapak Polisi) tegakkan rasa keadilan kalau memang salah katakan salah, kalau memang benar katakan benar,”ujar Kholifah yang sesekali mengusap air matanya ketika ditemui Prudensi, Rabu (4/6/2025) dirumahnya.

Kholifah juga memohon kepada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memberikan perlindungan hukum dan keadilan. Sebagai rakyat kecil yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa, kecuali kepada aparat penegak hukum meminta untuk menegakkan kebenaran.

Kholifah mengaku dari dulu tidak pernah ada persoalan harta gono-gini seperti sekarang ini, namun semenjak orang tua meninggal dunia, barulah pihak lain mulai mempersoalkan.

“Lalu mengenai surat perjanjian perdamaian (dading) pada tanggal 31 Juli 2024 itu sebenarnya sudah dibacakan pak, hanya tinggal tandatangan saja tapi waktu itu aslinya pikiran saya sudah down, rasa takut yang ada merasa tidak ada perlindungan,”ungkap Kholifah.

Perbedaan Pendapat Istilah Dading yang Diterapkan Dalam Surat Pernyataan Perdamaian

Terkait masalah surat perjanjian perdamaian (dading),  penasehat hukum Kholifah, Moh. Syaifuddin, S.Pd, SH menegaskan, bahwa istilah Dading itu harus ditiadakan, karena harus ada beberapa syarat, yang pertama Dading itu adalah suatu surat yang dibuat dihadapan hakim mediator, kemudian syarat kedua dading itu bisa dibuat ketika sudah mendapat nomor register perkara di pengadilan.

Kemudian ketiga menurut Moh. Syaifuddin, istilah dading itu sifatnya tertulis ditandatangani oleh para pihak sebagai suatu kesepakatan kemudian hakim mediator meneruskan kepada hakim majelis yang nantinya keluar putusan yang disebut putusan acte van dading.

“Itu terurai dalam pasal 130 HIR, kalau saat sekarang yang diperbincangkan itu merupakan surat perjanjian perdamaian biasa, bukan dading, terlalu berlebihan itu, jadi yang membuat istilah dading dalam surat perjanjian perdamaian diluar pengadilan itu bisa tergolong dalam katagori menyesatkan pemahaman hukum terhadap masyarakat luas, jadi istilah dading harus ditiadakan, atau bisa disebut surat pernyataan perdamaian dibawah tangan,”ungkap Moh. Syafudiin melalui pesan singkat (WhatsApp), Rabu (4/6/2025).

Menanggapi hal tersebut, advokat Nanang Hariyadi, SH, tidak mempersoalkan memakai istilah dading dalam surat perjanjian perdamaian, itu berasal dari bahasa Belanda, bisa dibuat dimana saja selama ada dua belah pihak yang menandatangani suatu surat perjanjian perdamaian.

“Tidak masalah memakai istilah dading, tidak harus dibuat didepan hakim mediator, dimana saja tempatnya boleh sepanjang ada para pihak yang menandatangani suatu surat perjanjian perdamaian,”pungkas Nanang Hariyadi.(rac)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *