SPMB 2025 SMA 10 Samarinda Diduga Cacat Administrasi, Ombudsman Turun Tangan

SAMARINDA — Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kalimantan Timur menyoroti dugaan malaadministrasi dalam proses perpindahan lokasi SMA Negeri 10 Samarinda ke Gedung A Kampus Melati, Samarinda Seberang, pada pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025.

Hingga kini, dua pengaduan masyarakat telah diterima terkait proses tersebut.

“Kami menerima laporan terkait keluhan atas pemindahan SMA 10 yang berdampak pada pelaksanaan SPMB di sekolah tersebut,” ujar Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Kaltim, Dwi Farisa Putra Wibowo, Selasa (17/6/2025).

Pria yang akrab disapa Feri itu menjelaskan bahwa prinsip dasar dari pelaksanaan SPMB adalah pemerataan pendidikan dan kedekatan geografis antara domisili peserta didik dengan satuan pendidikan.

Oleh karena itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kaltim diminta untuk tidak mengabaikan hak-hak orang tua dan calon siswa yang mendaftar melalui jalur zonasi di Gedung B SMA 10 Samarinda.

Feri juga menyoroti belum adanya dasar hukum yang mengatur status sekolah berasrama di Kaltim, meskipun Pasal 73 Peraturan Daerah Kaltim Nomor 16 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pendidikan telah menyebutkan keberadaan sekolah berasrama.

Namun, hingga kini belum ada regulasi teknis yang menjadi payung hukum pelaksanaannya.

“Pemerintah provinsi perlu memperjelas status SMA 10 Samarinda—apakah termasuk sekolah berasrama atau tidak,” tegasnya.

Lebih lanjut, Feri mengacu pada Pasal 7 huruf e Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 3 Tahun 2025 tentang SPMB.

Dalam regulasi tersebut disebutkan bahwa sekolah berasrama tidak termasuk dalam pelaksanaan jalur SPMB reguler. Artinya, sekolah berasrama wajib memiliki mekanisme seleksi tersendiri dan tidak diperkenankan melakukan rekrutmen calon murid melalui dua jalur sekaligus.

“Sekolah berasrama tidak boleh membuka penerimaan lewat jalur asrama dan jalur SPMB sekaligus. Harus satu jalur yang konsisten,” tegas Feri.

ORI Kaltim juga mengingatkan bahwa aturan terkait satuan pendidikan berasrama belum dilengkapi dengan ketentuan turunan yang semestinya diterbitkan oleh Pemprov Kaltim. Kekosongan regulasi ini menimbulkan kebingungan dan potensi pelanggaran administratif dalam pelaksanaan SPMB.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kaltim, Mulyadin, menyatakan pihaknya membuka kanal pengaduan masyarakat untuk menindaklanjuti dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan SPMB di semua jenjang pendidikan.

“Masyarakat dapat menyampaikan laporan melalui nomor WhatsApp +62 811-1713-737 atau datang langsung ke kantor kami,” ujarnya.

Mulyadin juga menegaskan bahwa pengawasan tahunan atas pelaksanaan SPMB (dulu PPDB) terus dilakukan Ombudsman sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pasca-seleksi. Tujuannya adalah memastikan pelayanan publik di sektor pendidikan berjalan sesuai ketentuan.

“Setiap hasil pengawasan menjadi refleksi kami dalam mendukung peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan, khususnya pada tahapan seleksi masuk sekolah negeri,” tutupnya. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *