Polisi Sita 503 Tabung LPG dari Kasus Oplosan
JAKARTA – Kepolisian Daerah Metro Jaya mengungkap praktik ilegal pengoplosan gas elpiji (LPG) bersubsidi ukuran 3 kilogram yang dinilai tidak hanya merugikan negara dan masyarakat, tetapi juga menimbulkan risiko besar terhadap keselamatan publik. Praktik tersebut dilakukan dengan cara memindahkan isi tabung LPG subsidi ke tabung non-subsidi berukuran lebih besar, yakni 12 kilogram dan 50 kilogram.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya mengungkap kasus ini dari dua lokasi berbeda, masing-masing di wilayah Jakarta Timur dan Kota Depok. Kedua tempat tersebut digunakan sebagai gudang pemindahan isi LPG bersubsidi ke tabung non-subsidi yang kemudian dipasarkan kembali secara ilegal.
“Penyalahgunaan LPG subsidi ini tidak hanya menghilangkan hak masyarakat, tetapi juga berpotensi menimbulkan bahaya besar seperti kebakaran dan ledakan yang mengancam keselamatan publik,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto dalam konferensi pers, Rabu (24/12/2025).
Menurut pihak kepolisian, praktik pengoplosan dilakukan dengan metode manual menggunakan alat suntik. Cara tersebut dinilai sangat berbahaya karena tidak sesuai dengan standar keselamatan distribusi dan pengisian gas.
“Pemindahan dilakukan secara manual menggunakan alat suntik. Cara ini sangat berbahaya karena tidak sesuai standar keselamatan dan berisiko kebocoran, kebakaran, hingga ledakan,” ujar Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Edi Suranta Sitepu.
Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa kegiatan ilegal tersebut telah berlangsung cukup lama, yakni sekitar 18 bulan. Para pelaku membeli tabung LPG 3 kilogram dengan harga antara Rp18 ribu hingga Rp20 ribu per tabung. Selanjutnya, gas tersebut dipindahkan ke tabung berukuran lebih besar untuk dijual kembali sebagai LPG non-subsidi dengan harga jauh lebih tinggi.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi menetapkan tiga orang sebagai tersangka, masing-masing berinisial PBS, SH, dan JH. Ketiganya diduga memiliki peran aktif dalam proses pengadaan, pemindahan, hingga distribusi LPG oplosan tersebut.
Aparat kepolisian juga menyita berbagai barang bukti yang digunakan dalam aktivitas ilegal tersebut. Di antaranya 503 tabung LPG berbagai ukuran, puluhan alat suntik yang digunakan untuk memindahkan gas, serta dua unit kendaraan yang diduga menjadi sarana operasional para pelaku.
“Di mana yang subsidi tersebut bisa dijual yang 12 kg dengan modal Rp 80 ribu, ini bisa mencapai keuntungan lebih dari Rp 50 ribu karena dia dijual di harga Rp 130 ribu sampai dengan Rp 200 ribu,” tuturnya.
Keuntungan besar yang diperoleh pelaku diduga menjadi faktor utama maraknya praktik pengoplosan LPG bersubsidi. Padahal, LPG 3 kilogram merupakan program subsidi pemerintah yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu dan pelaku usaha mikro.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang atas perubahan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Polda Metro Jaya menegaskan akan terus melakukan pengawasan dan penindakan tegas terhadap praktik penyalahgunaan energi bersubsidi demi melindungi kepentingan masyarakat serta mencegah potensi bahaya yang lebih luas. []
Siti Sholehah.
