Polda Lampung Lakukan Pemetaan Lahan 401 Hektare Terkait Dugaan Mafia Tanah

LAMPUNG – Ditreskrimum Polda Lampung masih melakukan pemetaan areal lahan Lampung Timur yang dugaannya jadi permainan mafia tanah. Areal itu meliputi lahan tanah seluas 401 hektare pada 8 desa.

Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Umi Fadilah Astutik mengungkapkan. Pihaknya telah melakukan asistensi kepada Polres Lampung Timur untuk menyelidiki dugaan mafia tanah. Hal tersebut sesuai dengan permintaan masyarakat setempat.

Kemudian ia mengatakan, saat ini Polres Lampung Timur terus melakukan koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hal ini untuk mengetahui objek lahan yang diadukan warga. Kepolisian sedang melakukan penelusuran kepemimpinan tanah yang teradukan para petani.

“Saat ini masih dalam proses penentuan titik koordinat kepemilikan tanah,” ungkapnya dikutip Lampost.co, Senin, 28 Oktober 2024.

Sebelumnya, ratusan petani penggarap dari Lampung Timur melakukan aksi demonstrasi pada Mapolda Lampung, Kamis, 17 Oktober 2024. Aksi tersebut terkait dugaan adanya mafia tanah yang melakukan sertifikasi terhadap tanah yang telah menjadi harapan.

Sementara itu Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi mengungkapkan. Para petani desa Sripendowo sudah menyampaikan aduan dugaan tersebut sejak 29 Mei 2024. Namun tidak ada tindakan dari Polda Lampung untuk melakukan pengungkapan terhadap aduan tersebut.

“Hingga saat petani datangi Polda Lampung. Proses pengungkapan aduan tersebut belum dan tidak ada tindak lanjut,” katanya, Kamis, 17 Oktober 2024.

Selanjutnya, salah satu petani, Suparjo mengatakan. Para petani pada desanya telah menggarap lahan sejak tahun 1960-an secara turun temurun. Selama waktu tersebut para petani tidak pernah mengajukan sertifikasi lahan.

Lalu pada 2021, terbit sertifikat atas lahan tersebut dari BPN. Menurutnya, seratusan sertifikasi yang terbit atas nama orang yang bukan warga desa setempat.

“Total ada 401 hektar tanah pada 8 desa. Termasuk tempat saya, Desa Sripendowo,” katanya

Kemudian para pemilik sertifikat tanah tersebut sempat melakukan pertemuan dengan para petani penggarap. Dalam pertemuan itu, para petani diminta membeli lahan tersebut dengan nilai Rp.250 juta per hektar.

“Kami gak mau. Karena lahan itu sudah tergarap oleh petani setempat puluhan tahun,” katanya.

Kemudian, para petani bersama LBH Bandar Lampung menyampaikan aduan dugaan mafia tanah pada Mei 2024 lalu. Namun hingga 5 bulan bergulir. Belum ada tindak lanjut dari kepolisian untuk menyelidiki dugaan tersebut. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *