SD Negeri 59 Campagaya Takalar Tanpa Atap, Siswa Belajar di Teras Akibat Sengketa Lahan

MAKASSAR – Ruangan kelas Sekolah Dasar (SD) Negeri 59 Campagaya, Desa Tamasaji, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (Sulsel), tidak memiliki atap.

Sekolah tanpa atap tersebut tak kunjung mendapatkan perbaikan akibat lahan yang digunakan masih berstatus sengketa sejak tiga tahun terakhir. Imbas nya, para murid pun belajar di teras kelas selama 3 tahun terakhir.

Pihak ahli waris yang mengklaim sebagai pemilik lahan tidak ingin bangunan sekolah tersebut mendapatkan perbaikan, sebelum pemerintah daerah membayar lahan.

Salah satu guru SDN 59 Campagaya, Nuryanti mengatakan bahwa sekolah itu memiliki jumlah siswa sebanyak 136 orang.

“Hanya ada dua kelas yang layak pakai, dan empat kelas tidak layak pakai, sehingga anak-anak harus belajar di bawah tenda,” kata Nuryanti, Rabu (15/1/2025) sebagaimana dilansir CNNIndonesia.

Nuryanti menuturkan jika kondisi cuaca sedang hujan, para siswa harus berkumpul di salah satu ruangan yang atapnya masih ada, namun plafonnya sudah runtuh.

“Kalau hujan, kehujanan, dan harus berkumpul di satu kelas, itu juga plafonnya sudah runtuh. Kita juga belajar di teras. Kami kasihan pada anak-anak kami, utamanya kalau musim hujan, tidak tahu akan kemana,” keluhnya.

Nuryanti berharap agar pemerintah daerah dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga siswa dapat bersekolah dan belajar dengan tenang.

“Karena banyak orang tua yang sudah tidak mau menyekolahkan anaknya di sini, saat tahun ajaran baru, sudah minim pendaftar,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Takalar, Darwis mengaku pihaknya tidak bisa banyak membantu, karena lahannya masih bermasalah.

“Harusnya sejak 2021 itu, sekolah tersebut sudah dapat program rehabilitasi sekolah dari anggaran DAU (Dana Alokasi Umum), tapi bersengketa lahan,” kata Darwis.

Akan tetapi, Darwis mengklaim pihaknya telah berupaya untuk memediasi melalui stakeholder terkait seperti kejaksaan yang melakukan monitoring dengan warga yang mengaku sebagai ahli waris.

“Hasilnya, pihak ahli waris tidak keberatan lahannya digunakan untuk membangun sekolah, cuma nanti terjadi persoalan saat penerbitan sertifikat. Meski disebutkan, sepanjang difungsikan untuk belajar mengajar anak-anak di sana tidak akan ada masalah,” pungkasnya. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *