KPK Sita 11 Mobil dari Rumah Ketua MPN Pemuda Pancasila, Diduga Terkait Kasus Gratifikasi Eks Bupati Kukar
JAKARTA – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 11 unit mobil dalam penggeledahan di rumah Ketua Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila, Japto Soerjosoemarno, pada Selasa (4/2/2025) malam. Penggeledahan tersebut berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan gratifikasi yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, membenarkan penyitaan tersebut. Selain kendaraan roda empat, penyidik juga menyita sejumlah barang bukti lainnya.
“Hasil penyitaan dari rumah JS berupa 11 kendaraan bermotor roda empat,” ujar Tessa dalam keterangan tertulis pada Rabu (5/2/2025).
Selain kendaraan, KPK turut mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga berkaitan dengan kasus ini, termasuk uang tunai dalam mata uang rupiah dan valuta asing, dokumen penting, serta barang bukti elektronik (BBE).
Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk menelusuri dan menyita aset-aset yang diduga berasal dari hasil gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Rita Widyasari.
Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah kediaman pengusaha batu bara sekaligus Ketua Pemuda Pancasila Kalimantan Timur, Said Amin, pada Juni 2024. Selain itu, penyidik juga menggeledah rumah Wakil Ketua Umum MPN Pemuda Pancasila yang juga Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali, pada Selasa.
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menemukan dan menyita sejumlah barang berharga, termasuk uang tunai, tas mewah, jam tangan, serta beberapa kendaraan.
Rita Widyasari kembali diproses hukum oleh KPK setelah diduga menerima gratifikasi dari sektor pertambangan batu bara, dengan jumlah mencapai 3,3 hingga 5 dolar AS per metrik ton batu bara yang dikeluarkan.
Rita juga diduga menyamarkan penerimaan gratifikasi tersebut, sehingga KPK menerapkan pasal terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara ini.
Hingga kini, KPK terus mendalami keterlibatan pihak lain yang diduga turut menikmati hasil kejahatan tersebut. Sejumlah saksi juga terus diperiksa guna mengungkap aliran dana serta modus pencucian uang yang dilakukan.
Pada Juni 2024, KPK telah memeriksa pengusaha asal Kalimantan Timur, Said Amin, guna mendalami sumber dana yang digunakan untuk membeli ratusan mobil yang sebelumnya telah disita. Selain itu, penyidik juga telah menggeledah kediaman Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin alias Paulin Tan, di Surabaya, Jawa Timur.
Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 16 Januari 2018. Keduanya diduga mencuci uang hasil gratifikasi dari berbagai proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan total mencapai Rp436 miliar.
Uang hasil gratifikasi tersebut disamarkan dalam berbagai bentuk, mulai dari pembelian kendaraan dengan nama orang lain, aset tanah, hingga penyimpanan dalam bentuk uang tunai.
Saat ini, Rita Widyasari tengah menjalani hukuman pidana 10 tahun penjara di Lapas Perempuan Pondok Bambu. Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung (MA), Rita juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp600 juta dengan subsider enam bulan kurungan. Selain itu, hak politiknya juga dicabut selama lima tahun setelah ia selesai menjalani hukuman pokoknya.
Dalam kasus ini, Rita terbukti menerima gratifikasi senilai Rp110,7 miliar serta suap sebesar Rp6 miliar dari sejumlah pihak terkait perizinan dan proyek di Kutai Kartanegara. []
Nur Quratul Nabila A