ICW Desak KPK Awasi Tunggakan BBM TNI AL ke Pertamina Senilai Rp 3,2 Triliun

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turut mengawasi permasalahan tunggakan bahan bakar minyak (BBM) TNI Angkatan Laut (TNI AL) kepada PT Pertamina (Persero) yang mencapai Rp 3,2 triliun.

Desakan tersebut disampaikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) menyusul permintaan TNI AL kepada Komisi I DPR RI agar tunggakan tersebut diputihkan.

“Jika kemudian ditemukan adanya dugaan korupsi, maka KPK wajib untuk melakukan penindakan,” ujar peneliti ICW, Wana Alamsyah, kepada Kompas.com, Rabu (30/4/2025).

ICW menyoroti kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran TNI AL, khususnya dalam pengadaan BBM pelumas (BMP).

Hasil penelusuran ICW terhadap sistem pengadaan elektronik menunjukkan bahwa sejak 2022, tidak ada pengadaan BMP yang tercatat sebagai terlaksana, meskipun sistem digital e-BMP telah diimplementasikan.

“ICW menduga bahwa upaya digitalisasi tersebut tidak berhasil dan patut untuk dievaluasi karena terbukti masih adanya tunggakan pengadaan BMP hingga tahun 2025,” ungkap Wana.

Selain itu, ICW juga mengkritisi tidak tersedianya laporan keuangan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk tahun anggaran 2022–2023 di situs Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kondisi ini dianggap menambah kekhawatiran atas minimnya transparansi dalam pengelolaan keuangan negara di sektor pertahanan.

“Jika BMP tidak dibayarkan, itu adalah potensi kerugian yang dialami oleh Pertamina selaku penyedia bahan bakar,” kata Wana.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR RI pada Senin (28/4/2025), Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana Muhammad Ali menyampaikan bahwa tunggakan BBM TNI AL kepada Pertamina telah mencapai Rp 3,2 triliun.

Ia juga menyebut bahwa sebagian besar alutsista milik TNI AL memerlukan pasokan energi yang konsisten meskipun tidak sedang dioperasikan, seperti kapal perang yang harus tetap menyala untuk menjaga sistem utama.

“Untuk bahan bakar memang ini kalau kita berpikir masih sangat terbatas. Kemarin ada tunggakan itu bahan bakar Rp 2,25 triliun, dan saat ini kita sudah dikenakan harus membayar utang lagi Rp 3,2 triliun,” ungkap Laksamana Ali dalam forum di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Dalam kesempatan yang sama, KSAL meminta agar tunggakan tersebut dapat diputihkan serta agar harga BBM untuk TNI AL disamakan dengan harga subsidi seperti yang diterapkan kepada institusi lainnya.

“Harapannya seperti itu. Bahan bakar kita juga masih harga industri, harusnya mungkin dialihkan menjadi subsidi. Beda dengan Polri perlakuannya. Ini mungkin perlu disamakan nanti,” tuturnya.

Permintaan pemutihan utang oleh TNI AL tersebut kini menjadi perhatian publik dan pemangku kepentingan, mengingat besarnya nilai tunggakan dan potensi implikasi keuangan negara yang ditimbulkan. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *