KY Rekomendasikan Sanksi 85 Hakim, Terlibat Mafia Tanah
JAKARTA (beritaborneo.com)-Komisi Yudisial (KY) telah menerima 87 laporan masyarakat dan 51 surat tembusan terkait perkara pertanahan yang diduga melibatkan mafia tanah, terhitung mulai 2 Januari-30 November 2021. Selain itu, sepanjang 2021 ada 85 hakim direkomendasikan mendapat sanksi karena terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
“Dari jumlah tersebut, ada 65 permohonan pemantauan persidangan kasus pertanahan. Sementara 17 laporan menunggu kelengkapan, 3 laporan telah dianalisis, 1 laporan memasuki pemeriksaan pendahuluan, dan 1 laporan telah dilakukan sidang panel,” ungkap Wakil Ketua KY Sukma Violetta dalam konferensi pers Capaian Kinerja Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Tahun 2021 yang disiarkan di kanal YouTube Komisi Yudisial, dipantau dari Jakarta, Selasa (21/12).
Sesuai dengan kewenangannya, KY menjaga kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Komisi Yudisial melakukan pemantauan terhadap sidang sengketa tanah seperti penguasaan tanah tanpa hak, sengketa waris, sertifikat ganda, dan perkara yang diduga terkait praktik mafia tanah.
“Komisi Yudisial telah melakukan 31 pemantauan sidang sengketa tanah sebagai upaya untuk mengawal persidangan yang adil bagi semua pihak yang berperkara. Komisi Yudisial tidak akan masuk ke substansi perkara, karena Komisi Yudisial mendorong independensi hakim dalam memutus perkara,” kata Sukma.
Sedangkan, 31 permohonan lainnya tidak dapat dipantau KY dan 3 permohonan masih proses analisis. Sukma menambahkan bahwa KY telah menjalin sinergisitas dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian ATR/BPN terkait laporan masyarakat dan permohonan pemantauan sengketa tanah ini.
Bahkan, secara khusus, Kementerian ATR/BPN telah memohonkan 13 sengketa tanah untuk dipantau oleh KY. Sebanyak 12 kasus telah dipantau dan 1 kasus tidak dipantau karena sudah putus.
Sukma mengungkapkan bahwa KY telah memberi rekomendasi sanksi kepada 85 hakim yang terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim sepanjang 2021.
“Sebanyak 64 hakim dijatuhi sanksi ringan, 14 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 7 hakim dijatuhi sanksi berat,” kata Sukma.
Dari 186 laporan yang diperiksa dan kemudian dibawa ke sidang pleno komisioner KY, sebanyak 48 laporan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, dan sisanya, yakni 138 laporan, tidak terbukti melanggar.
“Kalau dipersentasekan, itu 45 persen dari yang diperiksa Komisi Yudisial telah diputuskan terbukti melakukan pelanggaran,” ucap dia.
Persentase tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan persentase pada tahun 2020 yang mencapai 40,12 persen. Sedangkan, pada tahun 2019, persentasenya hanya mencapai 27 persen.
Tingginya persentase pada tahun 2021, tutur Sukma melanjutkan, menunjukkan bahwa KY dan para pelapor telah lebih giat dan lebih baik dalam menyampaikan dan mengumpulkan bukti-bukti yang memadai.
“Sehingga, cukup untuk diputuskan bahwa terjadi pelanggaran kode etik hakim,” ujar dia.
Terkait dengan eksekusi rekomendasi sanksi, dari 85 usulan, sebanyak 32 usulan sanksi masih berada dalam proses minutasi putusan di KY. Selanjutnya, sebanyak 13 usulan sanksi belum mendapat respon dari Mahkamah Agung.
“Baru dua yang sudah ditindaklanjuti Mahkamah Agung, karena 38 usulan sanksi lainnya, Mahkamah Agung memutuskan tidak dapat menindaklanjuti karena dinilai pelanggaran teknis yudisial,” kata Sukma
Sukma mengungkapkan bahwa KY telah menerima 1.346 laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terhitung mulai tanggal 2 Januari-30 November 2021.
“Komisi Yudisial juga menerima 783 surat tembusan, karena biasanya masyarakat dalam menyampaikan laporan, pengaduan, atau keluhan, itu disampaikannya ke berbagai lembaga sekaligus,” kata Sukma.
Dengan demikian, Komisi Yudisial memperoleh 2.129 laporan, yang terdiri atas laporan langsung dari masyarakat dan laporan yang berasal dari surat tembusan. Apabila dibandingkan dengan tahun 2020, Sukma mengatakan terdapat peningkatan sebesar 6,4 persen pada bagian laporan masyarakat, yaitu dari 1.265 laporan menjadi 1.346 laporan.
Ia mengungkapkan, dari data, jumlah laporan masyarakat kepada KY cenderung selalu meningkat dari tahun. Akan tetapi, sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia dalam dua tahun terakhir, jumlah laporan cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan kondisi normal.
“Tapi, kalau dibandingkan dengan tahun lalu, tahun pandemi Covid-19 pertama, tahun ini jumlah laporan yang diajukan kepada Komisi Yudisial itu meningkat,” ucap dia.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menjelaskan bahwa tidak semua laporan dapat melalui proses atau pemeriksaan di sidang panel maupun pleno dari KY karena laporan harus melalui proses verifikasi.
“Dari 1.321 yang sudah diverifikasi, yang memenuhi syarat untuk diregistrasi itu tidak banyak, yaitu 200 laporan,” tutur Sukma.
Adapun beberapa hal yang menjadi perhatian KY dalam melakukan verifikasi adalah memastikan laporan tersebut merupakan kewenangan KY, memastikan kelengkapan administrasi persyaratan, serta ada beberapa laporan yang diteruskan ke instansi lain.
“Komisi Yudisial sangat mengapresiasi partisipasi masyarakat,” kata Sukma.
Bentuk Tim Penghubung
Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial Amzulian Rifai mengatakan bahwa pihaknya bersama dengan Mahkamah Agung sedang membentuk tim penghubung kedua lembaga untuk meningkatkan sinergi antara kedua lembaga tersebut.
“Kami membentuk tim penghubung khusus antara Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung yang isinya tim penghubung itu adalah tiga orang komisioner Komisi Yudisial dan tiga orang Hakim Agung,” kata Amzulian Rifai.
Amzulian memandang KY dan MA perlu untuk membentuk tim penghubung sebagai wadah komunikasi intens dan berkelanjutan karena perbedaan pendapat antara KY dan MA acapkali diakibatkan oleh adanya miskomunikasi.
Adapun yang menjadi tiga utusan dari Komisi Yudisial untuk bergabung kedalam tim penghubung adalah Wakil Ketua Komisi Yudisial RI Taufiq HZ, Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial Amzulian Rifai, dan Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian, dan Pengembangan Binziad Kadafi.
“Melalui tim penghubung ini, maka kami dapat mendiskusikan hal-hal yang sensitif, misalnya selama ini ada keluhan bagaimana mungkin terlapor yang sudah diperiksa oleh Mahkamah Agung kemudian diperiksa kembali oleh Komisi Yudisial,” ucap dia.
Oleh karena itu, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung menggunakan tim penghubung untuk merancang rencana pemeriksaan bersama guna mencari solusi permasalahan pemeriksaan hakim terlapor. Amzulian meyakini bahwa kehadiran tim penghubung dapat menjadi sarana bagi Komisi Yudisial untuk mendorong penguatan akuntabilitas hakim.
Akan tetapi, katanya, yang menjadi perhatian dari Komisi Yudisial tidak hanya terbatas pada pengawasan hakim. Amzulian mengatakan bahwa Komisi Yudisial juga ingin membahas hasil kunjungan pihaknya ke berbagai lembaga peradilan dan membahas mengenai kesejahteraan para hakim.
“Target kita (Komisi Yudisial, red) adalah bagaimana merumuskan hal-hal untuk dibawa ke Mahkamah Agung guna dibicarakan bersama dan tentu saja tidak semata-mata terkait dengan pengawasan, tetapi menyangkut kesejahteraan hakim dan advokasi,” kata Amzulian.(Rachmat Effendi/ant).