Dugaan Korupsi Proyek Gedung Kesenian Sambas Dibawa ke Kejati

Gedung Kesenian Sambas yang belum selesai pembangunannya sejak tahun 2007, diduga ada aroma tindak pidana korupsi
Gedung Kesenian Sambas yang belum selesai pembangunannya sejak tahun 2007, diduga ada aroma tindak pidana korupsi

PONTIANAK – Ketua Lembaga Anti Korupsi Indonesia (Legatisi) Kalimantan Barat (Kalbar), Akhyani BA, melaporkan temuan indikasi korupsi pada proyek Gedung Kesenian Sambas ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar, beberapa waktu lalu (17/4) melalui suratnya nomor 009/DPP.LEGATISI.IV/2015 tertanggal 8 April 2015.

Diungkapkan Akhyani, laporan yang pihaknya sampaikan berdasarkan atas hasil audit Badan Pemerika Keuangan Republik Indonesia (BPKRI) Perwakilan Kalimantan Barat tanggal 19 Mei 2008 dan dasar yang lain adalah hasil investigasi tim Legatisi di Gedung Kesenian tersebut.

Berdasarkan investigasinya diduga telah terjadi dugaan korupsi atas pembangunan Gedung Kesenian Sambas ini, bagaimana tidak secara fisik Gedung Kesenian ini sudah rusak parah dan sangat tidak berkualitas, bukti lain telah terjadinya penurunan pondasi yang sangat signifikan, sehingga bangunan gedung tersebut mengalami kemiringan.

Sementara itu mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sambas, Darmawan, membantah pembangunan gedung kesenian Sambas tersebut telah terjadi kerugian negara. “Ketika saya menjadi Kepala Dinas PU Sambas, pembangunan gedung kesenian berjalan baik dan tidak ada terjadi apa-apa,’’ kata Darmawan, yang kini menjabat Kadis Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kalbar kepada media ini, Rabu (27/5).

Hal lain menguatkan hasil temuan BPK RI  adalah hasil realisasi fisik pembangunan Gedung Kesenian Sambas dengan kontrak senilai Rp 3,4 miliar tidak selesai dikerjakan dan struktur Gedung Kesenian tidak sempurna. Sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sambas tahun 2007, dianggarkan Rp 3,5 miliar untuk proyek lanjutannya dan terealisasi Rp 2,9 miliar.

Bangunan yang kontrak kerjanya dimenangkan dan dilaksanakan oleh PT Karya Prima Mandiri ini dianggap tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya. Sementara kontrak kerjanya mengalami dua kali perubahan atau addendum. Berdasarkan temuan BPK RI, sampai minggu terakhir pelaksanaan pekerjaan, penyelesaian hanya 84,55% dari 100%  kontrak. Sedang menurut Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), anggaran dibayarkan sesuai dengan realisasi fisiknya 84,55 % yaitu sebesar Rp 2,9 miliar.

Sementara Ibrahim yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bidang Cipta Karya, dengan enteng mengatakan bahwa pembangunan Gedung itu masih kita lanjutkan. “Kita siap menjawab dan siap dipanggil sewaktu waktu terangnya saat ketemu dimobilnya,” katanya. [] Rachmat Effendi/Lukman Hakim