MK Crosscheck Kesaksian Soal Rapat DPR di Hotel

JAKART — Mahkamah Konstitusi (MK) berencana mendalami proses rapat Komisi I DPR terkait pembahasan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang sempat digelar di Hotel Fairmont, Jakarta.
Langkah ini dilakukan untuk melakukan verifikasi silang atas keterangan saksi dalam sidang pengujian materiil RUU TNI yang digelar pada Senin (14/7/2025).
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyatakan, pihaknya memerlukan dokumen resmi seperti risalah atau berita acara rapat konsinyering tersebut agar dapat mencocokkan dengan pernyataan saksi yang hadir.
“Ini menyangkut rapat konsinyering itu, ada enggak semacam berita acara terkait dengan rapat tersebut atau risalah yang bisa kami dapatkan dokumennya,” ujar Guntur dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta.
Permintaan tersebut diarahkan kepada perwakilan DPR dan pemerintah yang turut hadir dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan saksi.
“Sehingga kami bisa, setelah mendengar keterangan dari saksi, melakukan crosscheck berdasarkan berita acara atau risalah pembahasan di Fairmont,” tambah Guntur.
Salah satu saksi dalam sidang ini adalah Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andrie Yunus.
Ia diketahui sempat menginterupsi rapat pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont dan menyampaikan dampak yang dialaminya usai aksi tersebut.
“Saya mendapat panggilan dari nomor tidak dikenal, lalu kantor kami juga didatangi tiga orang asing. Berdasarkan rekaman CCTV, mereka berbadan tegap dan berambut cepak, serta mengaku dari media,” ungkap Andrie dalam kesaksiannya.
Sidang pengujian UU TNI ini mencakup lima perkara berbeda yang diajukan oleh gabungan lembaga swadaya masyarakat dan unsur mahasiswa. Kelimanya telah teregister di MK dengan nomor perkara:
45/PUU-XXIII/2025
56/PUU-XXIII/2025
69/PUU-XXIII/2025
75/PUU-XXIII/2025
81/PUU-XXIII/2025
Sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan terhadap saksi, ahli, dan bukti administratif lainnya yang dibutuhkan oleh majelis hakim untuk menilai keabsahan proses legislasi yang dipermasalahkan. []
Nur Quratul Nabila A