Pemkot Gagal Kelola Anggaran

Pemkot Gagal Kelola AnggaranSAMARINDA – Proses pembahasan APBD Perubahan Samarinda 2015 masih adem ayem. Hingga kemarin (20/5), DPRD belum menerima dokumen penganggaran dari pemkot. Namun, sinyal pembahasan bakal berjalan ketat dan alot sudah terasa. Khususnya pembiayaan infrastruktur.

Sinyal itu diembuskan anggota Komisi III Mursyid Abdurrasyid. Menurut dia, agar tidak terjadi keterlambatan dan percepatan pembangunan, dokumen anggaran APBD Perubahan seharusnya disegerakan. Jadi, DPRD punya waktu untuk mengevaluasi draf yang diusulkan pemkot dan menelaah kebijakan pembangunan pada akhir masa jabatan Wali Kota Syaharie Jaang dan Wawali Nusyirwan Ismail.

“Termasuk bagaimana skema-skema pemkot terhadap utang dalam menuntaskan proyek MYC (multiyears contract/kontrak tahun jamak),” ujarnya. Politikus PKS itu menyebut, anggaran dalam APBD Perubahan sebaiknya untuk membiayai proyek yang bersifat mendesak untuk kebutuhan masyarakat. “Flyover dan Mahkota II itu harus diprioritaskan,” pintanya. Namun, dia mewanti-wanti agar percepatan penyelesaian dengan alokasi anggaran ekstra tak berkaitan dengan pilwali yang digelar Desember tahun ini.

Mursyid mengemukakan, ada beberapa hal yang membuat pemkot diminta fokus pada pembiayaan proyek strategis pada APBD Perubahan. Pasalnya, beberapa tahun belakangan, anggaran puluhan miliar telah digelontorkan, namun hasilnya nihil. Di antaranya, dana yang dialokasikan ke Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Samarinda untuk mengatasi banjir. “Dua alat strategis milik DBMP sampai detik ini tidak difungsikan dengan maksimal. Jadi besi tua!” sesalnya. Kedua alat itu adalah water master yang dibeli dengan harga Rp 12 miliar dan mobil penyedot lumpur senilai Rp 15 miliar. “Itu harganya puluhan miliar. Tapi tidak maksimal. Padahal (jika dimaksimalkan) bisa mengurangi banjir 30–40 persen. Penyedot lumpur mana barangnya?” katanya.

Pria berkacamata itu geram, dua alat penanggulangan banjir tersebut telah disetujui DPRD untuk dibeli namun pemkot tidak memaksimalkan. “Sampai detik ini saya mempertanyakan dana masyarakat itu digunakan untuk apa?” ucapnya. Ia menegaskan, proyek pemkot yang meminta persetujuan anggaran belum menjawab kebutuhan masyarakat. Salah satunya penanggulangan dan pengendalian banjir. “Karena itu, saya meminta anggaran di APBD Perubahan ini, kalau bisa untuk normalisasi drainase. Sistem diperbaiki dengan baik. Jangan lagi membangun proyek seperti polder dan membeli alat,” harapnya.

Sebab, estimasi biaya yang diperlukan untuk membangun satu polder senilai Rp 40 miliar. Nah, jika anggaran sebesar itu diperuntukkan bagi kegiatan normalisasi drainase, hasilnya sangat efektif. Sedimentasi di Air Putih bisa dituntaskan sehingga banjir yang selama ini terjadi di Jalan Pangeran Antasari tidak lagi terjadi. Lagi pula, jika APBD Perubahan dipaksakan untuk pembangunan fisik, hasilnya tidak maksimal.

Mursyid menyebut, jika mengingat janji politik Jaang-Nusyirwan pada 2010, hingga saat ini nasibnya tidak jelas. Misalnya, pintu air Sungai Karang Mumus. “Sampai hari ini enggak ada. DED-nya pun enggak ada. Kalau itu dimaksimalkan, tak perlu ada water master,” tegasnya. Dia menyimpulkan, Jaang dan Nusyirwan telah gagal menggunakan anggaran yang dialokasikan DPRD. [] KP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *