Rinda Desianti Siapkan Warna Baru di Diarpus Kukar

ADVERTORIAL – Jabatan tertinggi di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Diarpus) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) kini resmi berganti. Rinda Desianti ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Diarpus Kukar menggantikan Aji Lina Rodiah yang telah memasuki masa purna bakti. Serah terima jabatan dilaksanakan di Gedung Serbaguna Perpustakaan Daerah, Tenggarong, pada Rabu (09/04/2025).

Dalam sambutannya, Rinda menyampaikan komitmennya untuk segera beradaptasi dengan seluruh jajaran di lingkungan Diarpus Kukar. Ia mengakui masih banyak hal yang perlu dipelajari, namun optimistis dapat bekerja sama dan belajar bersama demi kemajuan lembaga yang dipimpinnya.

“Masih banyak sekali hal yang perlu saya pelajari, untuk itu saya siap bersinergi serta belajar bersama dengan seluruh jajaran dari Diarpus,” ujarnya.

Lebih jauh, Rinda menyampaikan bahwa peningkatan kinerja, penciptaan inovasi, dan pembaruan di tubuh Diarpus akan menjadi fokus utama selama masa kepemimpinannya. Ia menilai, capaian-capaian yang telah diraih sebelumnya menjadi fondasi penting untuk terus dikembangkan, atau setidaknya dipertahankan.

Salah satu prioritas yang ingin ia realisasikan adalah pembangunan Depo Arsip, yang sejak 2018 telah direncanakan namun belum terlaksana karena terkendala kondisi struktur tanah yang belum sesuai dengan standar nasional.

Di samping itu, Rinda juga menaruh perhatian besar terhadap pengembangan perpustakaan sebagai ruang publik yang ramah, inklusif, dan edukatif. Ia ingin meningkatkan minat baca masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda.

“Budaya literasi harus terus dikembangkan serta ditingkatkan lagi, melalui pendekatan yang kreatif. Seperti, kegiatan yang berbasis budaya lokal, serta mengadakan event atau perlombaan-perlombaan,” pungkasnya.

Dengan semangat pembaruan dan kolaborasi, Rinda berharap Diarpus Kukar dapat terus menjadi lembaga yang relevan dan berdampak positif bagi masyarakat luas. []

Penulis: Rudini Harahap  Penyunting: Enggal Triya Amukti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.