Sabtu Kirab Budaya, Minggu Parade EIFAF

indexRangkaian Erau Adat Kutai dan International Folk Art Festival (EIFAF) pada Sabtu (14/6) besok, dilaksanakan Kirab Budaya yang diikuti sekitar 30 paguyuban seni di Kukar. Masing-masing menampilkan keunikan seni dan budaya daerahnya. Kirab Budaya rencananya juga diikuti tim kesenian dari enam negara anggota International Council of Organizations of Folklore Festivals and Folk Art (CIOFF), seperti Mesir, Italia, Korea Selatan, Latvia, Filipina, dan Rusia.

“Kirab Budaya bertajuk Wonderful Indonesia Cross Culture menampilkan seni budaya Indonesia dan mancanegara,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kukar Sri Wahyuni, Selasa (10/6). Kirab Budaya Wonderful Indonesia Cross Culture dilaksanakan mulai 09.00-12.00 Wita. Kirab dimulai dari depan Sekretariat Gerbang Raja Timbau menuju Pasar Seni.
Sedangkan panggung kehormatan yang akan ditempati Bupati Kukar bersama unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Kukar, tokoh masyarakat, termasuk peserta folklore dari enam negara dengan kostum tradisi masing-masing, berada di depan kantor Dispenda yang lama. Sri menambahkan, undangan dari Pemkab Kukar yang hadir di tribun kehormatan dalam Kirab Budaya nanti menggunakan pakaian miskat.
“Setiap peserta kirab akan melakukan atraksi di depan panggung kehormatan,” ujarnya. Sementara pada Minggu (15/6), mulai 08.00 Wita seluruh peserta folklore dari 11 negara berjumlah 253 orang, melakukan parade bersama tim kesenian Indonesia, diwakili Kukar dan kabupaten/ kota lainnya di Kaltim. Adapun rute parade peserta EIFAF dimulai dari Kedaton, kemudian melintasi Jalan Ki Hajar Dewantara dan berakhir di Stadion Rondong Demang.
“Siapa saja, silakan menyaksikan kirab dan parade EIFAF. Sangat menarik karena menampilkan beragam seni budaya, termasuk dari delapan negara peserta EIFAF,” katanya. [] RedFj/KP

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.