Nama Prabowo Terseret Konflik Ahok

Wakil Ketua DPRD  Nggak Perlu Bawa-bawa Prabowo untuk Jatuhin Ahok

JAKARTA – Rencana pengguliran Hak Menyatakan Pendapat (HMP) untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) masih terhalang belum dipenuhinya syarat kuorum. Syarat tersebut akan terpenuhi jika Fraksi PDIP yang memiliki jumlah anggota paling banyak di DPRD DKI sepakat mengajukan HMP.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik mengatakan saat ini PDIP memang masih belum sepakat, namun ia yakin, partai berlogo kepala banteng tersebut akan mendukung HMP. Taufik mengaku banyak berdiskusi mengenai HMP dengan PDIP dan parpol-parpol lain.

Ia meyakinkan pada mereka bahwa HMP layak digulirkan karena sesuai ketetapan hak angket, Ahok dinyatakan melanggar undang-undang. Lagi pula kata dia, HMP bukan berarti menggulingkan Ahok, karena bisa jadi hasilnya hanya teguran. Diskusi tersebut, menurut Taufik tak perlu hingga melibatkan para petinggi mereka.

“Nggak usah jauh-jauh bawa Pak Prabowo lah, mau jatuhin Ahok aja. Biar PDIP DKI ngomong sama Bu Mega,” ujar Taufik dalam diskusi bertajuk ‘Pengguliran HMP sebagai Upaya Penyelamatan Wajah Kebon Sirih’ di Warung Komando, Jl Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (3/5/2015).

Taufik yakin, sesungguhnya para anggota DPRD yang lain sepakat dengan HMP. Hanya saja mereka menanti restu dari masing-masing pimpinan.

“Dalam terawangan saya, hampir semua anggota DPRD setuju HMP. Cuma DPP kan dikuasai nasional. Nah DPP ini yang belum memberikan (kepastian mengajukan HMP atau tidak),” ujarnya.

Pengajuan HMP ini harus diikuti oleh 3/4 dari seluruh anggota DPRD DKI Jakarta. Berarti harus ada 53 orang yang sepakat, dari jumlah total anggota DPRD DKI 106 orang. Sementara yang menjadi kunci agar mencapai kuorum adalah PDIP, karena jumlah anggota fraksinya paling besar, yakni 28 orang. [] DK

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.