DPRD Siap Dampingi Warga dalam Sengketa Bengkuring

SAMARINDA – Ambisi Pemerintah Kota Samarinda dalam menyelesaikan persoalan banjir di kawasan Bengkuring kembali tertunda. Pemicunya bukan karena teknis pembangunan, melainkan akibat konflik kepemilikan atas sebagian lahan yang direncanakan sebagai lokasi proyek pengendalian banjir.
Sebidang tanah seluas 34 ribu meter persegi menjadi sumber polemik. Ahli waris pemilik tanah mengklaim belum pernah menerima kompensasi, padahal Badan Pengelola Aset Daerah mencatat lahan tersebut termasuk dalam program pembebasan yang dilakukan pemerintah pada 2006 hingga 2008. Seluruhnya mencakup 18 hektare lahan untuk pembangunan fasilitas umum.
Merespons kebuntuan ini, Komisi I DPRD Kota Samarinda turun tangan dengan memfasilitasi pertemuan antara warga dan pihak pemerintah. “DPRD Kota Samarinda melalui Komisi I memfasilitasi aduan penyerobotan tanah di Bengkuring. Menurut pihak aset, lahan seluas 18 hektare telah dibebaskan dan dibayar pemerintah kota sejak 2006–2008,” Ujar Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Aris Mulyanata, Rabu (04/05/2025).
Meskipun telah difasilitasi, mediasi tidak cukup untuk meredakan ketegangan karena data dari kedua pihak belum sejalan. Oleh karena itu, penyelesaian hukum dinilai sebagai jalan paling tepat. “Karena pembayaran sudah dilakukan, tidak mungkin ada pembayaran kedua, sehingga disarankan penyelesaian dilakukan lewat gugatan perdata di Pengadilan Negeri Samarinda,” Tegasnya.
Penundaan proyek ini berpotensi menimbulkan dampak signifikan bagi warga Bengkuring yang selama bertahun-tahun menjadi korban banjir tahunan. Ketiadaan sistem pengendalian air yang memadai terus menjadi ancaman serius bagi kenyamanan dan keselamatan warga. “Tanah tersebut rencananya digunakan untuk proyek pengendalian banjir di kawasan folder Bengkuring, namun belum bisa dijalankan karena status lahan belum jelas,” Lanjut Aris.
Guna menghindari kekeliruan atau tumpang tindih dalam klaim kepemilikan, DPRD menyoroti pentingnya penentuan titik koordinat lahan secara akurat. “DPRD juga mempertanyakan titik koordinat dari lahan seluas 34 ribu meter persegi yang diklaim oleh ahli waris, untuk memastikan lokasi dan keabsahannya,” Jelas Aris.
Komisi I pun membuka peluang untuk melakukan inspeksi langsung ke lapangan jika dibutuhkan, sekaligus memberi dukungan kepada masyarakat yang merasa dirugikan. “Jika perlu, DPRD akan turun langsung mendampingi warga dan menindaklanjuti jika belum ada solusi konkret dari pihak aset,” Pungkasnya.
DPRD mengingatkan, apabila sengketa ini tidak segera diselesaikan lewat jalur hukum, maka pembangunan infrastruktur penting bisa tertunda lebih lama. Situasi ini tidak hanya merugikan warga secara sosial dan ekonomi, tetapi juga menciptakan preseden buruk dalam pengelolaan aset publik.
Penulis: Slamet