Kejagung Kejar Aset Korupsi Zarof, TPPU Masih Disidik

JAKARTA — Meski Pengadilan telah menjatuhkan vonis terhadap terdakwa kasus korupsi yang juga mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa proses hukum terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas nama yang bersangkutan masih terus berjalan.
Proses ini dilakukan secara terpisah dan tidak terpengaruh oleh banding atas vonis perkara korupsi yang saat ini masih berproses di tingkat peradilan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan hal tersebut kepada awak media di Jakarta pada Kamis (26/6/2025).
”Terkait dengan perkara lain yang menyangkut TPPU untuk tersangka ZR, ini sedang berproses. Jadi, upaya hukum banding itu sebenarnya tidak berkaitan dengan upaya penyidikan yang terus dilakukan oleh penyidik pada jajaran JAM Pidsus,” ujarnya.
Menurut Harli, tim penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) masih bekerja untuk mengumpulkan bukti-bukti tambahan dalam perkara TPPU yang menyertai kasus korupsi tersebut.
Proses penyidikan terus berlangsung guna memastikan kelengkapan berkas sebelum dapat dilimpahkan ke tahap penuntutan.
”Jadi proses TPPU ini (penyidik) masih terus melakukan pengumpulan bukti-bukti dan pada saatnya ini diharapkan segera bisa dilimpahkan ke penuntutan dan pengadilan,” kata Harli menambahkan.
Sebelumnya, Harli mengonfirmasi bahwa Kejagung telah resmi mengajukan banding atas putusan pengadilan terhadap Zarof Ricar.
Vonis yang dijatuhkan berupa hukuman penjara selama 16 tahun, atau sekitar dua per tiga dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Namun, Kejagung menilai masih terdapat poin-poin penting yang belum sejalan dengan dakwaan jaksa, terutama menyangkut pengelolaan barang bukti hasil korupsi.
”Patut diketahui ada hal-hal terkait dengan barang bukti yang sudah dilakukan penyitaan juga sejak penyidikan. Dalam kaitan ini, dalam pertimbangannya pengadilan (memutuskan) ini dikembalikan kepada, kalau tidak salah, terdakwa,” ujarnya.
Kejaksaan menilai keputusan pengadilan yang memerintahkan pengembalian sejumlah barang bukti kepada terdakwa tidak tepat.
Menurut jaksa, barang-barang tersebut seharusnya dirampas dan dikembalikan kepada negara, mengingat asal-usulnya diduga kuat berasal dari tindak pidana korupsi.
Barang bukti tersebut antara lain berupa uang tunai senilai Rp920 miliar, emas seberat 51 kilogram, serta sejumlah aset lainnya yang jika ditotal mencapai Rp8 miliar.
”Penuntut umum berpendapat bahwa seyogianya itu juga harus dirampas untuk negara. Maka dalam kaitan itu, itu menjadi alasan bagi jaksa penuntut umum untuk menyatakan banding,” jelas Harli.
Dengan terus dilanjutkannya penyidikan TPPU, Kejagung menunjukkan komitmen tidak hanya dalam menjerat pelaku, tetapi juga memastikan pemulihan kerugian negara dan pengembalian aset yang diperoleh secara melawan hukum.
Proses ini menjadi bagian integral dari agenda penegakan hukum yang tidak berhenti hanya pada vonis pidana, tetapi juga menyentuh keadilan pemulihan. []
Nur Quratul Nabila A