DPRD Samarinda Desak Sanksi Tegas untuk Perusahaan Langgar Hak Pekerja

SAMARINDA — Persoalan pelanggaran hak tenaga kerja kembali mencuat di DPRD Kota Samarinda. Melalui Komisi IV, lembaga legislatif tersebut menegaskan perlunya langkah tegas terhadap perusahaan yang masih mengabaikan hak dasar pekerja, termasuk pembayaran upah lembur dan penerapan jam kerja sesuai ketentuan hukum.

Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Harminsyah, mengatakan laporan dari pekerja lokal terus mengalir ke DPRD. Kondisi ini menunjukkan praktik pelanggaran hak pekerja masih marak, meskipun aturan yang mengatur sudah jelas.

Salah satu persoalan utama yang disorot adalah perusahaan yang tidak membayarkan upah lembur sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang.
“Kita sudah punya regulasi jelas. Tapi di lapangan, pelanggaran seperti lembur tanpa bayaran dan jam kerja berlebihan masih sering terjadi,” ujarnya, Senin (28/7/2025).

Ia merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 dan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kedua regulasi tersebut secara tegas melindungi hak pekerja, termasuk pengaturan waktu kerja dan kewajiban perusahaan memberikan kompensasi lembur.

Namun, menurut Harminsyah, implementasi aturan itu masih jauh dari harapan. Lemahnya pengawasan dan sikap permisif terhadap pelanggaran disebutnya memberi celah bagi perusahaan yang tidak taat hukum.
“Regulasi ada, tapi jika tidak ditegakkan, itu hanya jadi dokumen. Pemerintah daerah harus lebih aktif dalam melakukan pengawasan dan memberikan sanksi,” tegasnya.

Komisi IV menekankan bahwa perlindungan pekerja lokal harus menjadi prioritas kebijakan. Upaya ini tidak cukup dengan sosialisasi aturan semata, tetapi harus dibarengi langkah nyata di lapangan. DPRD juga mendorong instansi terkait berani memberikan teguran hingga sanksi administratif bagi pelanggar.

Harminsyah menambahkan, DPRD saat ini tengah membahas penyempurnaan regulasi ketenagakerjaan, dengan fokus memperkuat mekanisme perlindungan dan penindakan.
“Ini bukan soal menambah aturan, tapi bagaimana aturan itu berpihak pada realitas pekerja di lapangan. Harus ada keberpihakan terhadap mereka yang rentan,” jelasnya.

Ia menegaskan, tugas legislatif tidak boleh berhenti pada rapat-rapat pembahasan. Pengawasan langsung, advokasi kepada pekerja, serta evaluasi terhadap aturan yang sudah berlaku harus menjadi bagian dari langkah sistemik memperbaiki ekosistem ketenagakerjaan di Samarinda.
“Kalau bicara perlindungan pekerja, maka kita bicara soal keberanian menegakkan hukum. Jangan tunggu laporan, pemerintah harus proaktif,” pungkasnya. []

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *