Waduh !! 40 Persen Industri Sawit Tak Patuh Bayar Pajak
PONTIANAK (Berita Borneo)-Industri perkebunan sawit di Provinsi Kalimantan Barat hampir mencapai ratusan ribu hektar, belum lagi di daerah lainnya hampir sepadan dengan Kalbar, faktanya areal perkebunan semakin meningkat akan tetapi tidak diimbangi dengan pendapatan pajak dari sektor tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti tingkat kepatuhan pajak di sektor industri kelapa sawit. Hal itu lantaran kontribusi sektor sawit dinilai rendah terhadap penerimaan negara.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebutkan 40 persen usaha di sektor industri kelapa sawit tidak patuh membayar pajak. Namun, Syarif tidak merinci berapa Wajib Pajak (WP) secara keseluruhan.
Berdasarkan kajian Litbang KPK, potensi pajak yang tidak terambil oleh pemerintah dalam industri kelapa sawit mencapai Rp18,13 triliun pada 2016.
“Coba lihat tahun 2018 pembayar pajak terbesar siapa? Nggak ada itu dari komoditas sawit, yang ada banyak BUMN. Itu pembayar pajak terbesar. Salah satunya itu yang ingin kami dalami,” kata Syarif dalam suatu diskusi, Selasa (16/7).
Selain kurang optimalnya pungutan pajak sektor kelapa sawit, KPK menyoroti temuan kelemahan tata kelola komoditas kelapa sawit.
Temuan itu di antaranya terkait dengan sistem pengendalian perizinan usaha perkebunan tidak akuntabel untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha dan tidak efektifnya pengendalian pungutan ekspor komoditas kelapa sawit.
Syarif mengatakan, KPK yang memiliki fungsi koordinasi, supervisi, dan trigger mechanism membantu pemerintah agar mendapatkan penghasilan yang maksimal melalui kajian tersebut.
Sejumlah temuan tersebut sudah dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Keuangan dan berharap agar segera ditindaklanjuti.
Selain itu, ditemukan juga kebun kelapa sawit yang masuk dalam kawasan hutan yang sebetulnya bisa menjadi potensi pajak. Berdasarkan catatan KPK, 2.535.495 hektare dikuasi oleh 10 perusahaan besar.
“Bagaimana kalau kita terima pajaknya dari yang seperti ini, kan, katanya ilegal tapi pajaknya mau terima,” katanya.(Rachmat Effendi/JPIC Kalimantan)