Kasus Tipikor BSI, Kajari Sumenep Libatkan BPKP Jatim
SUMENEP-Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep mengendus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) yang terjadi di Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Sumenep. Kerugian negara diestimasikan mencapai Rp 16.325.000.000.
Namun, untuk memastikan angka kerugian negara yang ditimbulkan, Korps Adhyaksa akan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jatim. Tujuannya, melakukan audit kerugian keuangan negara yang terjadi di perbankan pelat merah tersebut.
Kepala Kejari Sumenep Trimo menyatakan, kerugian negara yang terjadi di BSI Cabang Sumenep sudah dikantongi. Namun, lembaganya masih akan menggandeng BPKP untuk melakukan audit guna memastikan validitas kerugian keuangan negara dalam kasus yang ditangani.
Selain itu, pihaknya melibatkan tim audit dari internal BSI Syariah. Juga auditor lembaga keuangan lainnya. Dengan demikian, kerugian negara yang sebenarnya dapat terungkap.
Koordinasi dengan BPKP sudah dilakukan. Bahkan, mereka sepakat melakukan audit secara menyeluruh berkenaan dengan kasus yang terjadi di BSI Syariah Cabang Sumenep.
Dirinya berharap, proses itu dilaksanakan dalam waktu dekat. ”Yang jelas, BPKP sudah sepakat, tinggal menentukan kapan akan menghitung kerugian negara yang sesungguhnya,” ujar Trimo.
Trimo mengaku sudah mengumpulkan banyak alat bukti dari proses penyidikan yang dilakukan. Baik berupa keterangan saksi serta berbagai dokumen lainnya. Terutama berkenaan dengan permohonan kredit pada 2016–2017.
”Kami sudah menyita surat-surat dokumen yang berhubungan dengan permohonan kredit itu,” imbuhnya.
Branch Manager BSI Sumenep Rasul Jailani belum bisa dimintai keterangan berkenaan dengan kasus tersebut. Sebab, dihubungi ke nomor HP-nya tidak merespons. Namun, sebelumnya yang bersangkutan mengakui pernah dipanggil kejaksaan untuk dimintai keterangan. ”Untuk kasus itu, langsung konfirmasi ke kantor pusat,” ujarnya.
Dugaan tipikor di BSI terjadi 2016–2017. Terdapat pembiayaan atau penyaluran kredit melawan hukum. Yakni, pengajuan pembiayaan yang dilakukan dengan diatasnamakan pihak lain.
Kemudian, juga diduga terjadi mark-up nilai jual-beli agunan, merekayasa surat penawaran rumah, dan bukti pembayaran uang muka. Kemudian, merekayasa data pekerjaan atau kepemilikan usaha dan data keuangan atau pendapatan nasabah.
Lalu, terduga pelaku juga mereferal pembiayaan kepada para nasabahnya untuk membeli properti seperti rumah, tanah dan lainnya. Selain itu, diduga terjadi rekayasa surat penawaran properti dan bukti pembiayaan uang muka dan lainnya.
Secara akumulatif, kerugian negara dalam kasus itu mencapai Rp 16.325.000.000. Status perkara yang ditangani Kejari Sumenep tersebut penyidikan.(rac)