Tim Forensik Ungkap Hasil Ekshumasi Kasus Kematian Afif Maulana, Jatuh dari Jembatan Jadi Penyebab Utama
PADANG – Tim Dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Forensik dan Midakolegal Indonesia (PDFMI) merilis hasil ekshumasi yang dilakukan terhadap kasus kematian Afif Maulana (13), di Markas Polresta Padang. Sebelumnya Afif merupakan korban meninggal dunia di bawah Jembatan Kuranji, Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada Juni lalu.
“Pemeriksaan secara bersama-sama dan teliti oleh Dokter Forensik terhadap kasus,”kata Ketua Tim dr Ade Firmansyah Sugiharto di Padang, Kamis, 26 September 2024.
Dikutip dari Lampost.co, Ia mengatakan analisis dan pemeriksaan oleh pihaknya berdasarkan metode ilmiah. Kemudian melakukan pencocokan dengan berbagai kronologis, tempat kejadian, dokumen, serta keterangan dari Polresta Padang. Juga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, dan Lembaga Perlindungan Korban dan Saksi.
Dari berbagai pemeriksaan itu, kemudian menghasilkan tiga simulasi kejadian yang menyebabkan kematian Afif. Pertama ialah tentang keterangan bahwa korban tewas karena jatuh dari motor saat polisi berusaha mencegah aksi tawuran bersenjata tajam.
Opsi lain, adanya tindakan kekerasan atau penganiayaan yang Afif alami. Ketiga karena jatuh dari jembatan karena posisi jenazah di temukan di bawah jembatan.
Ia menceritakan tim telah mencoba mendalami ketiga simulasi tersebut dengan cara mencocokkannya ke kondisi tubuh serta lokasi kejadian.
Hasilnya tim menemukan suatu kesesuaian antara kejadian yang jatuh dari jembatan Kuranji dengan kondisi tubuh korban saat pemeriksaan serta analisis.
Tim mencoba mengukur tinggi jembatan dengan dasar sungai mencapai 14,7 meter, kemudian mencatat tinggi serta berat badan korban. Dengan tinggi, berat, serta massa tubuh korban tim lalu menganalisis potensi energi yang muncul ketika jatuh dari ketinggian 14 meter lebih. Potensi energi yang tubuh korban terima ketika terjatuh sekitar 7.200 joule. Angka itu memang lebih tinggi dari batas toleransi tubuh manusia.
Ade mengatakan batas toleransi untuk daerah kepala di kisaran 1.800 joule, leher 1.800 joule, dada 60 joule, dan tungkai 8.000. Berdasarkan hal tersebut maka tim menemukan adanya kesesuaian antara analisis dengan kondisi patah tulang iga, punggung, serta kepala.
Sementara untuk opsi kalau korban tewas karena mendapat tendangan saat di motor itu bisa di kesampingkan oleh tim. Sebab saat itu kecepatan motor yang dibonceng oleh Afif memiliki kecepatan 60-80 kilometer per jam. Kecepatan demikian menurut analisis tidak akan sampai menimbulkan kondisi seperti yang tubuh korban alami.
Sama halnya dengan adanya dugaan korban meninggal dunia karena mendapatkan tindakan kekerasan atau penganiayaan. Dugaan itu tidak berkesesuaian dengan kondisi tubuh korban. Sisi patah tulang iga tubuh korban ada di bagian belakang, hal ini berbeda dengan kondisi kekerasan yang biasanya menyebabkan patah di depan.
Selain itu patah tulang iga tubuh korban memiliki pola patahan yang hampir segaris, harusnya karena benturan dengan energi yang besar di waktu bersamaan.
“Tidak mungkin ada satu orang yang bisa memukul atau menendang dengan kekuatan yang hampir sama, kekerasan biasanya menimbulkan dampak di lokasi yang random dan tidak segaris,” katanya.
Pihak LBH Annisa Hamdani mengatakan pihaknya akan meminta salinan hasil ekshumasi itu dan mempelajarinya terlebih dahulu. []
Nur Quratul Nabila A