Skandal Korupsi Pertamina Mengancam, Pakar Peringatkan Risiko Lebih Besar di Danantara

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkirakan dugaan korupsi di PT Pertamina (Persero) dalam lima tahun terakhir telah merugikan negara hingga Rp 968,5 triliun. Angka ini menyoroti lemahnya tata kelola keuangan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan menimbulkan kekhawatiran akan potensi skandal serupa di sektor lainnya.

Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, memperingatkan bahwa ancaman yang lebih besar justru mengintai di Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Lembaga yang ditugaskan mengelola aset negara bernilai ribuan triliun rupiah ini dinilai memiliki celah korupsi yang lebih besar dibandingkan dengan kasus-kasus sebelumnya.

“Kelemahan dalam tata kelola aset negara berpotensi menjadi ladang korupsi sistemik yang merugikan rakyat dalam skala besar. Dengan rekam jejak berbagai skandal korupsi di BUMN, sulit bagi kita untuk langsung percaya bahwa Danantara akan dikelola secara transparan,” ujar Hardjuno.

Kasus-kasus korupsi besar di Indonesia, seperti skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan obligasi rekapitalisasi BLBI senilai lebih dari Rp 1.000 triliun, menjadi bukti lemahnya sistem pengawasan terhadap pengelolaan aset negara.

Selain itu, korupsi dalam tata niaga timah di PT Timah yang merugikan negara Rp 300 triliun serta kasus dana pensiun di PT Asabri senilai Rp 22,7 triliun memperlihatkan pola berulang dalam pengelolaan keuangan negara.

Danantara, yang diberi mandat mengelola aset negara dalam jumlah besar, menghadapi tantangan besar dalam hal transparansi dan pengawasan. Hardjuno menyoroti bahwa minimnya transparansi dan sistem audit yang lemah membuka peluang bagi praktik korupsi yang bahkan bisa melampaui kasus Pertamina.

“Jika tidak ada pengawasan yang ketat, Danantara bisa menjadi bom waktu yang lebih berbahaya bagi keuangan negara,” tegasnya.

Menurutnya, pengelolaan aset negara sebesar itu harus berada di tangan profesional yang memiliki rekam jejak bersih serta diaudit secara profesional oleh akademisi dan pakar independen. Jika tidak, risiko korupsi dan konflik kepentingan di pemerintahan serta BUMN akan semakin tinggi.

Hardjuno mengusulkan agar sistem audit independen dilakukan secara berkala dengan melibatkan lembaga independen guna menghindari potensi konflik kepentingan. Selain itu, transparansi penuh harus menjadi keharusan, di mana publik diberikan akses terhadap laporan pengelolaan aset Danantara.

“Negara harus memastikan bahwa sistem auditnya diawasi oleh publik, akademisi yang berintegritas tinggi, serta media yang tidak takut mengungkap kebenaran,” ujar Hardjuno.

Ia juga menekankan perlunya penegakan hukum yang tegas dengan memperketat skema pencegahan serta pemberian sanksi berat bagi pelaku korupsi.

“Jika tidak ada reformasi menyeluruh, Danantara bisa menjadi sasaran empuk bagi pihak yang ingin memperkaya diri sendiri. Pemerintah harus memastikan pengelolaan aset negara berjalan dengan bersih, akuntabel, dan diawasi secara ketat,” pungkas Hardjuno. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *