Kasus Penipuan Oknum Persit di Purworejo: Jumlah Korban Berpotensi Bertambah

PURWOREJO – Jumlah korban penipuan yang dilakukan oleh seorang oknum Persit atau istri anggota TNI AD di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, berpotensi terus bertambah. Hingga saat ini, masih ada sejumlah korban yang belum melaporkan diri dan bergabung dengan paguyuban korban.

Ketua Paguyuban Korban Penipuan Dwi Rahayu, Yasmin Istono, mengungkapkan bahwa sekitar 10 orang korban lainnya belum bergabung. Ia mengimbau agar para korban segera melapor dan bersatu dalam paguyuban guna memperjuangkan hak mereka.

“Hakim juga mengimbau agar para korban segera bergabung dengan paguyuban agar lebih kuat dalam memperjuangkan haknya,” ujar Yasmin saat ditemui di Pengadilan Negeri Purworejo, Rabu (5/3/2025).

Menurut Yasmin, dengan terkumpulnya para korban dalam satu wadah, perjuangan mereka dalam menuntut hak akan lebih terorganisir. Hingga saat ini, tercatat 104 orang yang telah bergabung dengan paguyuban korban.

“Kami juga akan memperjuangkan hak korban lain yang belum bergabung. Saat ini, jumlah korban yang belum terdata masih sekitar 10 orang, tetapi jumlahnya bisa saja bertambah,” tambahnya.

Dwi Rahayu, pelaku utama dalam kasus ini, diketahui merupakan warga Dusun Pangenrejo, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Ia berhasil menipu 104 pensiunan dengan total kerugian mencapai Rp26,9 miliar. Korban mayoritas terdiri atas pensiunan TNI, Polri, guru, pegawai negeri sipil (PNS), serta para janda.

Kuasa hukum korban, Abung Nugraha Fauzi, yang didampingi rekannya, Erni Azanaryati, membenarkan bahwa Dwi Rahayu merupakan oknum anggota Persit Kodim Kebumen.

“Kami mewakili 104 korban dalam kasus dugaan penipuan ini. Seiring bertambahnya jumlah korban yang melapor, kerugian yang dialami klien kami pun semakin besar,” ungkap Abung.

Kasus ini bermula ketika para korban ditawari investasi pembangunan rest area di sekitar Bandara Yogyakarta International Airport (YIA). Mereka dijanjikan keuntungan berupa bagi hasil sebesar Rp4 juta hingga Rp5 juta per bulan. Namun, proyek pembangunan tersebut ternyata fiktif dan tidak pernah ada.

“Para korban awalnya tergiur dengan iming-iming keuntungan tinggi. Karena tidak memiliki uang tunai, mereka diberikan solusi oleh Dwi Rahayu untuk mengajukan pinjaman dengan jaminan surat keputusan (SK) pensiun mereka,” jelas Abung.

Akibatnya, banyak korban kini terlilit utang yang besar akibat pinjaman yang mereka ajukan untuk investasi bodong tersebut. Kasus ini pun terus berkembang dengan semakin banyaknya korban yang melapor.

Pihak berwenang masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap kasus ini. Sementara itu, para korban terus berupaya menuntut hak mereka dan mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut terhadap berbagai pihak yang terlibat. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *