Gencatan Senjata Gaza Gagal, Israel Lanjutkan Serangan dan Tewaskan Ratusan Warga

GAZA – Serangan Israel ke Jalur Gaza setelah berakhirnya gencatan senjata telah menyebabkan lebih dari 220 korban jiwa, menurut laporan Badan Pertahanan Sipil Gaza pada Selasa (18/3/2025). Juru bicara badan tersebut, Mahmud Basal, mengungkapkan bahwa di antara korban tewas terdapat anak-anak dan perempuan.
“Lebih dari 220 jenazah telah dibawa ke rumah sakit di Jalur Gaza. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak, perempuan, dan orang lanjut usia akibat serangan ini,” ujar Basal kepada wartawan AFP.
Basal menambahkan bahwa operasi militer Israel masih terus berlangsung, dengan serangan yang menghantam sekolah-sekolah dan kamp-kamp pengungsi.
Situasi di Gaza semakin mencekam setelah berakhirnya gencatan senjata yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS) pada 19 Januari 2025. Kesepakatan tersebut runtuh setelah Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke wilayah Palestina itu.
Pihak Hamas menuduh pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bertanggung jawab atas gagalnya gencatan senjata. Namun, pemerintah Israel menuding Hamas sebagai pihak yang mengakhiri perjanjian karena tidak segera membebaskan para sandera yang masih ditahan.
Seorang pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada AFP bahwa operasi militer di Gaza akan terus berlanjut selama diperlukan dan bahkan berpotensi diperluas ke wilayah lain.
Sebelumnya, fase pertama gencatan senjata berakhir pada awal Maret 2025, tetapi upaya untuk mencapai perjanjian jangka panjang antara kedua pihak masih menemui jalan buntu.
Militer Israel dalam pernyataan resminya melalui Telegram pada Selasa dini hari menyebutkan bahwa mereka tengah melancarkan serangan skala besar terhadap berbagai target yang diklaim milik Hamas di Jalur Gaza.
Sementara itu, pemerintah Israel menegaskan akan terus mengerahkan kekuatan militernya guna menekan kelompok tersebut.
Di sisi lain, Amerika Serikat melalui utusan khusus Presiden AS, Steve Witkoff, pada Minggu (16/3/2025) menawarkan sebuah proposal yang bertujuan untuk menjembatani pembebasan lima sandera yang masih hidup, termasuk warga negara Israel-Amerika, Edan Alexander. Sebagai imbalannya, Hamas diminta untuk membebaskan sejumlah besar tahanan Palestina dari penjara Israel.
Dua hari sebelum tawaran tersebut, Hamas mengaku bersedia membebaskan Alexander beserta empat orang lainnya yang juga memiliki kewarganegaraan ganda Israel-Amerika. Namun, menurut Witkoff, tanggapan Hamas terhadap proposal itu dinilai tidak dapat diterima oleh pihak Israel maupun AS.
Situasi di Gaza masih belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan, dengan serangan udara yang terus berlangsung serta meningkatnya jumlah korban jiwa di kalangan warga sipil. Dunia internasional pun terus mendorong agar kedua pihak kembali ke meja perundingan guna mencari solusi damai yang lebih berkelanjutan. []
Nur Quratul Nabila A