Kasus Bunuh Diri Paling Banyak Terjadi di Asia Tenggara

bunuh diri

DATA terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa setiap 40 detik, ada satu orang yang meninggal karena bunuh diri. Rasio mereka yang bunuh diri ini 11,4 per 100 ribu orang. Namun untuk di Indonesia berdasarkan data WHO tahun 2012, angka bunuh diri 4,3 per 100 ribu orang.

“Setiap satu orang meninggal bunuh diri, muncul lebih dari 20 percobaan bunuh diri lainnya,” kata Priska Primastuti, konsultan kesehatan jiwa WHO perwakilan Indonesia di Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Jumat (11/9).

Asia Tenggara menyumbang sekitar 39 persen dari seluruh kasus bunuh diri di dunia. Khusus di Indonesia, kasus bunuh diri tertinggi ialah dengan meminum racun atau gantung diri.

“Beberapa orang mencoba bunuh diri dengan cara menyakiti diri sendiri, seperti terjun dari ketinggian tertentu,” ujar Priska.

Ia meminta masyarakat menaruh perhatian khusus pada kasus-kasus bunuh diri, termasuk gejala-gejalanya. Menurut Priska, sesungguhnya tanda-tanda bunuh diri bisa dikenali dan dicegah.

Sementara Albert Maramis dari Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia meminta pemerintah tak lagi memandang sebelah mata kasus-kasus bunuh diri.

“Angka 4,3 per 100 ribu di Indonesia mungkin terkesan kecil. Namun ini mengalami peningkatan. Pada tahun-tahun sebelumnya, angkanya hanya sekitar 1,6 per 100 ribu orang,” kata pria lulusan Universitas Airlangga Surabaya itu.

Albert menilai drama dan sinetron turut menjadi penyebab kasus-kasus bunuh diri di Asia. “Akibatnya mereka bertindak tanpa berpikir lebih dulu,” kata dia.

Hotline ‘pencegah bunuh diri’

Menanggapi permintaan agar pemerintah merespons serius kasus bunuh diri, Direktur Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Eka Viora menyatakan pihaknya telah membuat layanan hotline kesehatan jiwa 500-454.

Lewat sambungan telepon ke nomor itu, masyarakat bebas mengutarakan keluh kesah dan segala masalah yang membebani mereka. Hotline itu, kata Eka, telah diumumkan sejak 2010. Tujuannya agar orang-orang yang dirundung masalah berat dapat berkonsultasi kepada orang yang tepat sehingga mencegah kemungkinan bunuh diri.

“Namun tidak pernah ada penelepon yang memanfaatkan layanan ini untuk konsultasi. Masyarakat yang menelepon malah tanya informasi seputar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,” kata Eka.

Menurutnya, masyarakat belum terbiasa berkonsultasi kepada para ahli. Sebagian besar orang yang berniat bunuh diri lebih memilih diam dan memendam masalahnya sendiri.

“Dalam regulasi telah disebutkan bahwa fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) juga harus bisa menangani masalah kesehatan jiwa. Namun nyatanya kapasitas tenaga medis di tiap FKTP berbeda-beda,” katanya.

Eka menilai FKTP seharusnya bisa menjadi tempat konsultasi pertama orang-orang yang dirundung depresi. Oleh sebab itu pelatihan sangat penting agar tenaga medis benar-benar punya kemampuan mengatasi masalah depresi.

“Tiap tahun dana pelatihan tenaga medis dari Kemenkes mengalir ke provinsi. Oleh sebab itu tugas melatih tenaga medis ada di tangan provinsi,” katanya.

Berdasarkan data WHO tahun 2015, bunuh diri di banyak negara merupakan penyebab kematian nomor dua untuk penduduk kelompok usia 15 hingga 29 tahun. Setiap tahun tercatat ada 800 ribu orang tewas bunuh diri.

Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia pun diperingati tiap 10 September. Tahun ini peringatan Hari Pencegahan Bunuh Diri yang jatuh kemarin mengambil tema ‘Mengulurkan Tangan dan Menyelamatkan Jiwa.’ [] CI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *