Rebut Kewenangan Laut, DPRD Kaltim Desak Pemprov Bertindak!

SAMARINDA– Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 27 Ayat (3), ditegaskan bahwa pemerintah provinsi memiliki kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah laut hingga sejauh 12 mil dari garis pantai ke arah laut lepas maupun perairan kepulauan. Ketentuan ini membuka peluang baru untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya melalui pengelolaan alur laut dalam wilayah kewenangan provinsi, seperti pungutan dari aktivitas tambat labuh kapal.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Sapto Setyo Pramono, menyoroti pentingnya optimalisasi pengelolaan alur sungai dan laut di wilayah Kaltim guna mendongkrak PAD daerah.
“Ini merupakan potensi besar yang belum dimaksimalkan hingga sekarang,” ujar Sapto saat ditemui di Gedung E Kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Karang Paci, Samarinda, Senin (28/04/2025).
Meskipun demikian, Sapto mengingatkan bahwa upaya tersebut memerlukan koordinasi intensif antara pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat serta pemerintah kabupaten/kota agar pembagian kewenangan menjadi jelas dan tidak saling tumpang tindih.
“Saat ini, provinsi baru mengelola bagian-bagian yang memang menjadi kewenangannya. Namun banyak area di kabupaten/kota yang belum tersentuh,” jelasnya.
Ia mendorong agar Pemerintah Provinsi Kaltim melakukan terobosan, salah satunya melalui komunikasi dan lobi ke pemerintah pusat, agar sebagian pengelolaan alur sungai dan laut bisa dialihkan menjadi wewenang provinsi.
“Kami ingin mengusulkan adanya zonasi dalam wilayah sungai dan laut untuk kegiatan tambat labuh kapal, yang nantinya dikelola provinsi,” ungkapnya.
Sapto mengakui bahwa saat ini pengelolaan kegiatan tambat labuh masih berada di bawah kendali pemerintah pusat. Namun menurutnya, melalui sinergi antara Pemprov Kaltim dan DPRD, potensi PAD dari sektor pelayaran tersebut dapat diperjuangkan untuk segera direalisasikan.
“Selama ini, tidak ada satu rupiah pun yang masuk sebagai PAD dari alur sungai. Ini seharusnya bisa menjadi hak kita. Lihat saja Barito, mereka sudah membuktikan. Jangan sampai kita hanya jadi penonton di tanah sendiri,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Kaltim sebenarnya telah memiliki sejumlah badan usaha milik daerah (BUMD) yang dapat diberdayakan untuk mengelola potensi alur sungai dan laut. Tinggal bagaimana merumuskan regulasi sebagai dasar hukum pelaksanaannya.
“Jika regulasinya sudah tersedia, maka potensi ini bisa menjadi sumber PAD yang sah, sekaligus mendorong terwujudnya kemandirian fiskal di Kalimantan Timur,” tutupnya.[]
Himawan.