Anggota DPRD Kalbar Dian Eka Muchairi Terima Keluhan Pelaku Usaha Kratom

Dian Eka Muchairi, Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Barat., mendorong masyarakat di Kabupaten Kapuas Hulu untuk membuka lahan non produktif ditanami Kratom. (Foto : Istimewa)
PONTIANAK, PRUDENSI.COM-Anggota DPRD Kalimantan Barat, Dian Eka Muchairi, mengatakan bahwa pihaknya telah menerima sejumlah keluhan dari pelaku usaha ekspor kratom di Kalbar. Mereka menyampaikan bahwa pengiriman mentah kratom dalam jumlah besar tersebut tidak sejalan dengan tujuan regulasi tata niaga ekspor yang tertuang dalam Permendag No 20 Tahun 2024.
Menurutnya, terkait Kartom sekarang sudah diatur tata niaganya oleh pemerintah hanya perlu evaluasi dan pengawasan agar berjalan dengan baik.
“Perlu juga perhatian pemerintah daerah melihat peluang ini karena permintaan yang tinggi sedangkan stok daun yang terbatas,”ujar Dian Eka Muchairi, Senin (2/06/2025).
Dian Eka Muchairi juga mendorong elemen masyarakat di Kabupaten Kapuas Hulu bisa membuka lahan non produktif untuk ditanam Kratom.
Seperti diketahui arus ekspor bahan mentah kratom (Mitragyna Speciosa) , terutama dalam bentuk remahan besar-besaran ke India, dinilai menjadi salah satu penyebab kelangkaan pasokan bahan baku kratom di dalam negeri (Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat). Hal ini mulai menimbulkan kekhawatiran di kalangan eksportir dan para petani lokal. Mereka (para pelaku usaha kratom) mengadu ke DPRD Provinsi Kalimantan Barat baru-baru ini.
Sebagai informasi, berdasarkan Permendag No 20 Tahun 2024, ekspor kratom dilarang dalam bentuk daun utuh dan remahan dengan ukuran kurang dari 30 mesh atau di bawah 600 mikron. Namun, dalam Permendag No 21 Tahun 2024, kratom tetap bisa diekspor dalam bentuk bubuk (powder) atau remahan dengan ukuran lebih besar dari 30 mesh atau 600 mikron, dengan syarat tertentu seperti memiliki status sebagai Eksportir Terdaftar (ET), Persetujuan Ekspor (PE), dan dilengkapi Laporan Surveyor (LS).
Menurut Politisi Hanura Kalbar ini, meski tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah domestik dengan mendorong ekspor produk olahan kratom, namun implementasinya justru menciptakan masalah baru. “Kami (Komisi II) khawatir, jika tidak dikawal secara ketat, kebijakan ini justru akan merugikan rakyat kecil, yaitu para pelaku usaha kratom yang bergantung pada permintaan pasar ekspor tidak memiliki barang (kratom),” ujarnya.
Dian Eka Muchairi, ingin regulasi tata niaga kratom ke depan lebih baik, lebih bijak, dan benar-benar melindungi kepentingan produsen dalam negeri,” ucapnya. “Kami juga akan terus mendorong agar regulasi tata niaga kratom dievaluasi secara berkala, sehingga tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek bagi sekelompok eksportir besar, tapi juga melindungi mata pencaharian petani dan produsen lokal,” pungkas dia.(rac)