Disnaker Kaltim Siap Tindak RSHD Atas Dugaan Pelanggaran

SAMARINDA – Manajemen Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) di Samarinda tengah menjadi sorotan tajam, menyusul temuan berbagai pelanggaran ketenagakerjaan yang dianggap serius oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Timur. Didukung oleh Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, instansi tersebut menyatakan komitmennya untuk memberikan tindakan tegas terhadap dugaan pelanggaran yang berpotensi masuk ke ranah pidana.

Temuan ini terungkap dalam Rapat Kerja (Raker) antara Disnakertrans dan Komisi IV DPRD Kaltim pada Selasa, (29/04/2025). Paparan yang disampaikan sejumlah karyawan dan mantan karyawan RSHD menjadi dasar bagi pengawasan lebih lanjut.

Mariani, Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans Kaltim, menjelaskan bahwa struktur penggajian RSHD tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang. “Menurut Undang-Undang, gaji adalah upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap,” tegasnya. Ia menilai bahwa komponen tunjangan fungsional dan kehadiran yang disebutkan karyawan tidak termasuk dalam upah tetap. “Jadi kalau upahnya cuma Rp 3 juta saja, itu sangat jauh di bawah Upah Minimum Kota Samarinda,” ujarnya.

Selain masalah struktur gaji, tercatat enam pelanggaran utama yang dilakukan manajemen, antara lain tidak adanya kontrak kerja, keterlambatan pembayaran upah dan THR, pemotongan iuran BPJS tanpa penyetoran, hingga tidak adanya kejelasan jam lembur. Pelanggaran tersebut berisiko sanksi pidana dengan ancaman hukuman penjara hingga delapan tahun dan denda mencapai Rp1 miliar.

Salah satu mantan karyawan, Ardiansyah Putra, turut menyampaikan kesaksian. Ia merinci gaji yang diterima rekannya di Juni 2024 hanya terdiri dari gaji pokok Rp 3 juta, tunjangan fungsional Rp 300 ribu, dan tunjangan kehadiran Rp 120 ribu. “Part time (lembur, Red.) tidak tertulis, potongan BPJS ketenagakerjaan Rp 99 ribu, potongan BPJS Kesehatan tidak ada,” ungkapnya.

Data lain menunjukkan ketidaksesuaian jumlah karyawan yang terdaftar di BPJS dengan jumlah aktual. Dari 140 orang yang bekerja di RSHD, hanya 88 yang tercatat di sistem Jamsostek Mobile. Bahkan, 88 karyawan yang memiliki kartu BPJS mengalami tunggakan iuran sejak Juni 2024 hingga April 2025. “Gaji kami diduga tetap dipotong untuk iuran bulanan. Kami menuntut pembayaran semua tunggakan,” bunyi salah satu tuntutan yang diserahkan ke DPRD.

Pihak manajemen RSHD sendiri belum memberikan tanggapan. Upaya media untuk mengonfirmasi sejak pertengahan Maret 2025 tak membuahkan hasil. Rizka Adnaya, petugas front office RSHD, menyebut, “Kalau untuk ngomong langsung ke manajemen kayaknya agak sulit.”

Sementara itu, pihak ahli waris pendiri rumah sakit menyatakan sikap netral. Muhammad Erwin Ardiansyah Dardjat, juru bicara keluarga, menyebut, “Kami keluarga berada di luar sistem manajemen RSHD.” Ia mempersilakan proses hukum dijalankan bila terbukti terjadi pelanggaran. “Yang jelas, siapapun punya hak dan kedudukan yang sama di mata hukum,” tegasnya. []

Penulis: Putri Aulia Maharani
Penyunting: Enggal Tria Amukti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *