Ketua dan Bendahara LAMR Pekanbaru Ditangkap Terkait Korupsi Dana Hibah Rp1 Miliar

PEKANBARU – Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) kota Pekanbaru, Yose Saputra dan Bendara LAMR Kota Pekanbaru, Ade Siswanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Pekanbaru, dalam dugaan tindak pidana korupsi Dana Hibah yang bersumber dari APBD kota Pekanbaru tahun anggaran 2020 senilai Rp1 miliar.
Wakasat Reskrim Polresta Pekanbaru, AKP Markus Sinaga menjelaskan keduanya ditetapkan tersangka setelah Polresta Pekanbaru melakukan sejumlah penyelidikan dalam Laporan Polisi Nomor: LP/A/3/I/2024/SPKT.SATRESKRIM/POLRESTA PEKANBARU/POLDA RIAU.
“Jadi dana hibah sebesar Rp1 miliar itu dicairkan dalam dua tahap dan diduga tidak sepenuhnya digunakan sesuai dengan peruntukan nya,” ujarnya dikutip riauterkini.com pada Jumat, 10 Januari 2025.
Pertama kata Markus berdasarkan SP2D Nomor : 05973 / SP2D / VII / 2020 tanggal 21 Juli 2020, Pembayaran Belanja Hibah kepada LAMR Kota Pekanbaru Tahap I sebesar Rp 400.000.000. Kemudian SP2D Nomor : 16694 / SP2D / XII / 2020 tanggal 28 Desember 2020, Pembayaran Belanja Hibah kepada LAMR Kota Pekanbaru Tahap II sebesar Rp 600.000.000 yang bersumber dari APBD Kota Pekanbaru T.A 2020 dimana uang tersebut dipergunakan oleh LAMR Kota Pekanbaru untuk kegiatan dan operasional selama tahun anggaran 2020 dan pembayaran utang pada tahun 2019. Namun kegiatan yang dilaksanakan diduga fiktif dan Mark Up sehingga mengakibatkan adanya kerugian negara mencapai Rp723.509.419.
YS yang saat itu menjabat sebagai Ketua LAMR Kota Pekanbaru menyetujui laporan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah Tahap I dan Tahap II LAMR Kota Pekanbaru Tahun 2020 meskipun tidak pernah melakukan verifikasi terkait penatausahaan bukti – bukti transaksi (SPJ) dan mengetahui bahwa penggunaan dana hibah Tahap I dan II tidak sepenuhnya sesuai dengan RAB.
Kemudian meminta AS selaku Bendahara Umum LAMR Kota Pekanbaru Tahun 2020 menyerahkan uang senilai Rp70.000.000,00 yang seharusnya digunakan untuk kegiatan silaturahmi masyarakat adat dan paguyuban kota Pekanbaru namun digunakan untuk kepentingan pribadi YS.
Sedangkan AS bertugas menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan hibah tahap I dan tahap II LAMR Kota Pekanbaru Tahun 2020. Ia membuat dokumen pengeluaran berupa nota/bon/kuitansi fiktif dan melebihi nilai pengeluaran sebenarnya (mark up) senilai Rp723.500.419,00.
“AS ini memerintahkan Zulken untuk menyusun laporan pertanggungjawaban dengan membuat dokumen pengeluaran berupa nota/bon/kuitansi yang tidak benar dan melebihi nilai pengeluaran sebenarnya. Kemudian memberikan dokumen pengeluaran berupa nota/bon/kuitansi kosong kepada staf administrasi,” bebernya.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, diketahui bahwa total kerugian negara sebesar Rp933.004.844, dan hanya sebesar Rp. 66.995.156 yang benar digunakan untuk pelaksanaan kegiatan sesuai NPHD tahap 1 dan 2.
Dari total kerugian yang diketahui tersebut, penyidik berhasil mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 209.504.425 yang disetorkan langsung oleh tersangka ke Rekening Kas Daerah Kota Pekanbaru. Maka, Berdasarkan hasil pemeriksaan investigative dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh BPK RI, didapat kerugian negara sebesar Rp. 723.500.419.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Ancaman hukuman meliputi pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda maksimal Rp 1 miliar. []
Nur Quratul Nabila A