Pemkot Surabaya Siapkan Antisipasi Bencana, Fokus pada Wilayah Rawan Banjir dan Cuaca Ekstrem

SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah memetakan potensi bencana di wilayahnya. Sebanyak sembilan kecamatan di Surabaya dinilai berada dalam bahaya tinggi terkait risiko banjir, sementara ancaman cuaca ekstrem, seperti angin kencang yang dapat merusak bangunan, juga menjadi perhatian serius.
Kepala BPBD Kota Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro, mengungkapkan bahwa untuk mengurangi dampak bencana, pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi, termasuk mendirikan pos pantau di berbagai titik strategis. Pos pantau ini melibatkan lintas dinas dan beroperasi 24 jam, dengan berbagai peralatan pendukung, termasuk sandbag, yang disiapkan di lokasi rawan bencana.
“Terkait cuaca ekstrem, kami lakukan antisipasi dengan 22 pos pantau BPBD yang disiagakan 24 jam,” kata Agus Hebi Djuniantoro dalam konferensi pers pada Rabu (7/2/2025).
Agus menambahkan, pihaknya telah menyusun daftar wilayah yang rawan terhadap cuaca ekstrem, terutama di kawasan pesisir, hamparan sawah, tambak, dan perbukitan.
“Karena angin kencang bisa terjadi di mana saja,” ujarnya.
Beberapa kawasan yang dinilai rawan angin kencang di antaranya adalah Pakal dan Benowo, yang berada di kawasan hamparan, sehingga dampak angin dapat lebih terasa di daerah tersebut.
Sementara itu, ada sembilan kecamatan yang masuk dalam kategori wilayah rawan banjir, yaitu Kenjeran, Benowo, Lakarsantri, Mulyorejo, Pakal, Rungkut, Sukolilo, Tegalsari, dan Wiyung. Kawasan-kawasan ini terletak di sekitar perbatasan tanggul dan pesisir pantai, sehingga rentan terhadap banjir akibat hujan deras atau pasang air laut.
Salah satu daerah rawan banjir yang perlu mendapat perhatian khusus adalah RW 1, Kelurahan Genting Kalianak, Asemrowo. Di daerah ini, penyempitan lebar Sungai Kalianak menjadi pemicu utama terjadinya banjir. Camat Asemrowo, M. Khusnul Amin, menjelaskan bahwa penyempitan sungai yang semula memiliki lebar 30 meter kini hanya tersisa 1 meter.
“Bagaimana alat berat bisa masuk? Air saja tidak bisa mengalir lancar,” katanya.
Untuk mengatasi masalah ini, solusi yang diusulkan adalah normalisasi sungai. Namun, keberadaan bangunan liar (bangli) di sepanjang sungai menjadi hambatan utama, karena hal tersebut membuat akses untuk perbaikan menjadi terbatas.
BPBD Kota Surabaya terus berupaya melakukan berbagai langkah preventif dan persiapan guna mengurangi dampak bencana di wilayah tersebut. Pemkot Surabaya juga mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung upaya normalisasi sungai agar potensi banjir dapat diminimalisir. []
Nur Quratul Nabila A