Semena-Mena PT Kruing Lestari Jaya

Hutan dibalak, kuburan nenek moyang digusur dan lahan perkebunan warga dirampas. Itu terjadi Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Kruing Lestari Jaya, dituding yang paling bertanggung jawab atas ulah semena-mena tersebut. Kini, warga pun menuntut!

Menurut warga Mantar, alur ini semula adalah anak sungai yang kemudian ditimbun tanah dan limbah kayu.
Menurut warga Mantar, alur ini semula adalah anak sungai yang kemudian ditimbun tanah dan limbah kayu.

SELAMA  sekitar 10 hari, dari Rabu 14 Januari hingga Jum’at, 23 Januari lalu, sekelompok masyarakat dari Kampung Mantar, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat (Kubar) melakukan unjuk rasa dan menutup jalan dan kantor PT Kruing Lestari Jaya (KLJ) yang berlokasi di Mantar.

Gerakan puluhan warga yang merasa dirugikan atas beroperasinya perusahaan perkebunan PT KLJ didukung sekelompok orang penggiat advokasi masyarakat dari Organisasi Masyarakat Gerakan Suku Asli Kalimantan Lintas Batas (Gasak Libas) Kubar.

Demonstrasi yang digelar tersebut dilatarbelakangi ulah manajemen PT KLJ yang dinilai semena-mena. Selain telah merusak hutan adat yang berisi flora dan fauna dilindungi di luar areal konsesi, PT KLJ dituding telah mengobrak-abrik semua kuburan nenek moyang yang tersebar di Kampung Mantar.

Bukan itu saja, ladang perkebunan buah-buahan dan rotan milik orang tua, kakek dan nenek habis diratakan jadi areal perkebunan sawit. Ratusan bahkan ribuan kayu banggris (menggeris, red) yang menjadi kayu adat sekaligus maskot Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kubar, habis dibabat.

Lokasi tanah adat dan garapan juga banyak dirusak, seperti Lati Tana Adat Bekas Puncut Lou, Lati Tana Keramat Ongok Tangai Tamui dan Lati Tana Garapan Lati Umaq. “Semua pematang sungai di Kampung Mantar juga sudah tercemar limbah,” ungkap Taris, SH, salah seorang tokoh masyarakat Kampung Mantar yang turut menggugat ulah jahat PT KLJ.

Ketua Gasak Libas Kutai Barat, Taris, SH
Ketua Gasak Libas Kutai Barat, Taris, SH

Kepada Berita Borneo, Taris yang juga Ketua Pengurus Cabang Gasak Libas Kubar, mengemukakan bahwa atas fakta-fakta di lapangan, pihaknya telah mengirim surat resmi ditujukan ke Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Kubar dengan tembusan 34 pihak, termasuk ke Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dan Menteri Kehutanan Republik Indonesia (Menhut RI).

Surat dilansir pada pekan kedua Januari lalu dengan nomor 001/LP/GLS-KBR/I/2015. Perihal surat tersebut adalah penutupan jalan dan aktivitas kantor plasma PT Kruing Lestari Jaya di lokasi Kampung Mantar, Kecamatan Damai. Menurut Taris, lokasi penutupan jalan tepatnya di sebelah utara dan selatan Kampung Mantar.

Atas disampaikannya surat tersebut ke pihak berwajib, Taris berharap penegak hukum dapat memproses soal dugaan pelanggaran hukum PT KLJ. “Jadi seharusnya polisi memproses juga pengaduan warga tentang penyerobotan tanah oleh PT Kruing Lestari Jaya. Jangan menjadi polisi perusahaan,” pinta Taris.

Mengenai fakta pelanggaran yang dilakukan PT KLJ, Taris mengungkapkan, PT KLJ telah membuka perkebunan sawit di lahan milik masyarakat. Padahal di lahan yang ditanami sawit tersebut, banyak terdapat tanaman buah-buahan milik masyarakat.

“PT Kruing Lestari Jaya ini layaknya imperialis yang mendekati masyarakat lalu mengusir dari tanahnya sendiri,” ungkap Taris.

Menurutnya, apa yang dilakukan PT KLJ melanggar Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Republik Indonesia Nomor 98/Permentan/ot.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. “Aturan tersebut mengamanahkan agar perusahaan menjadi inti dari plasma untuk tujuan yang saling menguntungkan dna berkesinambungan. Tetapi faktanya tidak begitu, masyarakat justru ditindas. Lahan milik masyarakat justru dirampas, bahkan tanpa ganti rugi,” ungkap Taris.

Dengan dalih menggarap perkebunan plasma, PT KLJ bahkan telah memperluas wilayah konsesinya di luar izin. “Izin PT KLJ hanya 7500 hektare, tetapi lahan perkebunan yang digarap melebihi. Ada ribuan hektare lahan digarap di luar izinnya, tetapi alasannya plasma. Sedangkan dengan masyarakat PT KLJ tidak pernah ada kesepakatan untuk membuka plasma,” ungkap Taris.

Dalam Permentan tersebut, disebutkan bahwa jika memang perkebunan plasma yang dibuka, maka antarapihak perusahaan inti dengan masyarakat pemilik lahan membuat perjanjian tertulis dengan materai dengan jangka waktu kerja sama selama 10 tahun. “Tetapi ini tidak pernah dilakukan, tidak ada perjanjian plasma,” papar Taris.

Anehnya lagi, kata Taris, seharusnya jika memang PT KLJ beritikad baik mengembangkan plasma, maka tetap dilakukan di dalam areal izin lokasi Hak Guna Usaha (HGU). “Kalau yang dilakukan PT KLJ, kebun plasma yang dibangun justru berada di luar izin dan HGU. Parahnya lagi, PT KLJ dengan seenaknya membuka kebun kelapa sawit di lahan milik masyarakat tanpa pernah diganti rugi,” ungkap Taris.

Sesuai Permentan, Pasal 15 ayat 4, disebutkan bahwa masyarakat sekitar yang layak sebagai peserta plasma adalah yang lahannya digunakan untuk pengembangan perkebunan dan berpenghasilan rendah sesuai peraturan perundang-undangan; harus bertempat tinggal di sekitar lokasi izin usaha perkebunan; dan Sanggup melakukan pengelolaan kebun.

“Kami mendapatkan informasi bahwa areal yang digarap perkebunan masuk Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK). Selain itu, mereka membuka hutan dan memanfaatkan kayunya tanpa mengantongi Izin Pemanfaatan Kayu (IPK),” papar Taris.

ANAK SUNGAI DITIMBUN

Sementara Camat Damai, Djani, Sos, ketika dikonfirmasi terpisah mengungkapkan bahwa dugaan sementara pembabatan pepohonan dan land clearing (pembukaan lahan) itu dilakukan untuk perkebunan plasma untuk masyarakat Kampung Mantar di luar HGU.

“Sesuai hasil pantauan saya di lokasi, sekitar ribuan pepohonan sengaja ditebang dan ditimbun dalam tanah yang juga menutupi anak sungai saat pembukaan lahan plasma perkebunan PT Kruing Lestari Jaya di Kampung Mantar. Sebagai kepala wilayah kecamatan, saya sudah minta dokumen perizinan untuk memastikan, tetapi hingga kini belum diserahkan,” ungkap Djani saat dikonfirmasi Berita Borneo.

Terkait pepohonan yang dibabat pihak PT KLJ, Djani menyebut ada jenis menggeris, ulin dan sebagainya. “Padahal jenis pohon tersebut adalah yang dikeramatkan, jenis pohon adat. Kalau hukum adat Dayak Kubar, menebang kayu Benggeris merupakan pelanggaran besar,” kata Djani.

***

Dua minggu lamanya berada di Kutai Barat, awak media Berita Borneo, Saiful Bahri melakukan investigasi atas laporan dan data yang diperoleh soal tudingan ulah culas PT KLJ. Selama berada di lapangan, awak media Berita Borneo kerap mendapatkan ancaman. Seperti ketika berusaha mengkonfirmasi ke pihak PT KLJ.

“Kalian jangan mencari masalah, hanya karena memanfaatkan situasi ini,” kata seorang yang diketahui memiliki jabatan manajer kebun, sembari mengusir dan tak memperbolehkan awak media Berita Borneo meminta konfirmasi.

Alat Berat KLJ
Kumpulan excavator dan dozer milik PT KLJ yang diparkir di tepi hutan.

Dari Barong Tongkok—kecamatan yang menjadi pusat pemerintahan Kutai Barat—ke Kampung Mantar, Kecamatan Damai, memakan waktu sekitar 4 jam perjalanan darat. Di lokasi, sejumlah anggota masyarakat berhasil dikonfirmasi soal keberadaan perkebunan sawit PT KLJ.

Sumber-sumber media ini di Kampung Mantar mengemukakan bahwa pihak PT KLJ telah merambah hutan untuk dijadikan perkebunan sawit dan memanfaatkan kayu hutan yang ada untuk dijual ke masyarakat. Bahkan, ada isu bahwa pihak KLJ telah menjual kayu hasil jarahan tersebut ke luar negeri.

Dari penelusuran di lapangan, ditemukan pula bahwa pihak PT KLJ selama membuka lahan tidak memperhatikan dampak lingkungan. Terbukti sebuah anak sungai yang melintas areal yang di-land clearing, ditimbun tanah dan limbah kayu. Anak sungai pun mengering.

Seperti dikemukakan warga Mantar, bekas-bekas pohon menggeris dan jenis lain yang telah dipotong dahannya banyak ditemukan. Sedangkan potongan dahannya sudah banyak tidak ditemukan di lokasi.

Saat berada di lokasi, awak media Berita Borneo juga mendapati banyak alat berat jenis dozer dan excavator terparkir di tepi hutan. Warga memperkirakan, sudah sekitar 1900 hektare hutan di Mantar yang dibabat PT KLJ dan akan terus bertambah.

Berdasarkan peta Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang diterbitkan Bupati Kubar Nomor 503/223/Sosek-Tu.P/V/2005, kampung mantar tak termasuk dalam konsesi, bahkan melewati wilayah Kampung Besiq yang berbatasan langsung dengan areal konsesi PT KLJ.

Usai ke lokasi, awak media Berita Borneo lalu kembali ke Barong Tongkok. Menurut informasi, seorang kuasa hukum perkebunan sawit PT KLJ, Agustinus berada di Barong Tongkok. Berbekal informasi dari masyarakat, awak media Berita Borneo berhasil menemui Agustinus dan mengkonfirmasi seputar tudingan yang dilayangkan ke PT KLJ.

Ia menegaskan, dalam land clearing dan membuka perkebunan kelapa sawit, pihaknya yakin telah melakukan sesuai prosedur dan tidak menyalahi aturan. “Kami tidak menyalahi aturan dalam menjalankan kegiatan dilokasi perluasaan perkebunan perusahaan. Kami mengolah kebun sawit ataupun kebun karet dari semua HGU sudah sesuai dengan izin yang kami miliki,” lanjutnya.

Ditanya soal anak sungai yang dipotong jalan dan ditimbun tanah serta limbah kayu, Agustinus kembali mengklarifikasi, bahwa apa yang sudah dilakukan sesuai dengan Analisis Dampak Mengenai Lingkungan (AMDAL). “Yang kami lakukan sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan pihak Badan Lingkungan Hidup daerah (BLHD) Kubar,” jawabnya.

Ketika dikonfirmasi soal pemanfaatan kayu hasil pembukaan lahan yang dijual ke masyarakat dan diekspor, Agustinus tak membantah. Ia hanya menyebut apa yang dilakukan pihaknya sudah sesuai prosedur pemerintah. “Kami sudah bertindak sesuai prosedur pemerintah” terangnya.

Terkait dengan pembukaan lahan yang melebihi izin kawasan serta pemanfaatan hasil kayu hutan, baik pihak Dinas Kehutanan maupun Dinas Perkebunan Kubar tidak ada yang berkenan memberikan keterangan. Keengganan pejabat terkait untuk dikonfirmasi soal pelanggaran yang dilakukan PT KLJ, menurut warga Kampung Mantar, karena pejabat Pemkab sudah ‘kemasukan angin’ alias ada main mata.

PENGHINAAN DI MUARA BEGAI

Awal tahun lalu, ulah PT KLJ juga membuat marah masyarakat adat di Kampung Muara Begai, Kecamatan Muara Lawa. Sebagian kawasan di Kampung Muara Begai sebenarnya masuk kawasan konsesi perkebunan yang diberikan Bupati Kubar ke PT KLJ.

Nasib pohon menggeris yang menjadi pohon adat Dayak begitu miris, dibabat habis demi membuka kebun sawit ilegal.
Nasib pohon menggeris yang menjadi pohon adat Dayak begitu miris, dibabat habis demi membuka kebun sawit ilegal.

Kemarahan warga tidak lain karena pohon menggeris yang menjadi simbol adat setempat, ditebang habis untuk pembukaan perkebunan sawit. Hal tersebut terungkap pada Maret tahun 2014 lalu, dimana camat setempat sampai angkat bicara.

Adalah Roberthus Sahrun, Camat Muara Lawa. Kala itu ia mendapatkan informasi dan bukti bahwa ada pembabatan pohon menggeris secara besar-besaran. Dugaan yang didapatnya waktu itu adalah PT KLJ yang melakukan penebangan tanpa izin tersebut.

“Sesuai hasil pantauan saya di lokasi, sekitar 300-500 pohon Benggeris (menggeris, red) sengaja ditebang dan ditimbun dalam tanah saat pembukaan lahan perkebunan PT KLJ di Kampung Muara Begai. Sebagai kepala wilayah kecamatan, saya sudah minta perusahaan serahkan izin Hak Guna Usaha, dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan serta izin lingkungan dan izin gubernur untuk memastikan legalitas penebangan kayu ulin di HGU PT KLJ, tapi hingga kini belum diserahkan,” tegas Sahrun.

Dijelaskan, sesuai surat edaran diterbitkan ke sejumlah instansi, termasuk laporan ke Pemkab Kubar menyebutkan bahwa perusahaan harus bertanggung jawab. Karena, warga di wilayah itu hingga kini menunggu sikap dan kejelasan pemkab agar memberi arahan ke PT KLJ. “Mereka (PT KLJ, red) tak hanya menebang pohon benggeris, tapi pohon Ulin juga ikut dibabat. Kalau hukum adat dayak di Kubar, penebangan kayu benggeris merupakan pelanggaran besar,” paparnya.

Tak hanya itu, Sahrun atas nama masyarakat meminta PT KLJ bertanggung jawab. Karena pelanggaran besar terhadap adat Dayak menebang pohon Benggeris yang menjadi tempat hinggap dan beranak pinak lebah madu.

Warga Muara Begai menuntut PT KLJ harus mengganti lokasi seluas 5.000 hektare yang terdapat tanaman pohon kayu menggeris dengan lahan bersertifikat jelas sebagai lahan pengganti. Jika tidak ada lahan seluas itu, maka perusahaan harus serahkan lokasi perkebunan sawit yang telah berbuah pasir seluas 5.000 hektare.

DITOLAK SEJAK AWAL

Setahun sebelum kisruh pembabatan pohon adat di Muara Begai, warga Kampung Besiq, Kecamatan Damai yang wilayahnya berbatasan langsung dengan areal konsesi PT KLJ menolak operasional PT KLJ. Aksi penolakan dilakukan dengan menggelar unjuk rasa selama beberapa hari mulai 26 Juni 2013.

Menurut perhitungan warga kala itu, PT KLJ telah melakukan land clearing seluas 6.800 hektare dan memasuki kawasan Kampung Besiq. Koordinator unjuk rasa yang juga Ketua Sempekat Singa Demang Setia (SSDS) Kubar, EV Petrus Satian, mengungkapkan lahan yang digarap perusahaan telah menghilangkan hak-hak keturunan sebanyak sekitar 500 kepala keluarga.

“Makanya kami menolak. Karena perusahaan memberikan ganti rugi bukan kepada pemilik waris sebenarnya. Namun diberikan kepada warga yang statusnya hanya menggunakan lahan untuk membuka kebun,” tegas Petrus.

Sementara hutan dan lahan yang ada merupakan warisan pihak keluarga, salah satu tokoh yang bernama Singa Demang Setia. Petrus menambahkan, terkait dugaan pelanggaran perusahaan, pihak SSDS Kubar dan pewaris telah mendapatkan surat dukungan dari Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur No. 90/DADKT/EXT/VI/2013 tanggal, 28 Juni 2013.

Isi surat tersebut agar pihak perusahaan dapat menyelesaikan dengan pewaris. ”Tapi akan tetap menolak kebun sawit masuk di lahan leluhur kami,” tegas Petrus.

Selain demonstrasi, pihak SSDS Kubar mengirimkan surat bernomor 009/SP/SS-DS/VII-2013 perihal menolak Hak Guna Usaha (HGU) sawit PT KLJ tertanggal 12 Juli 2013. Surat ditujukan kepada Bupati Kubar Ismail Thomas dan pimpinan PT KLJ Group. “Masyarakat sebagai pewaris tanah tersebut akan tetap menolak pembukaan perkebunan kelapa sawit,” kata Ketua SSDS Kubar EV Petrus Satian didampingi Stefanus Singkar, pewaris lahan tersebut.

***

Peta izin perkebunan PT KLJ. Arsir merah adalah wilayah perizinan yang diberikan. Namun faktanya, pembukaan lahan jauh melebihi batas. Hutan di Kampung Mantar juga dibabat ribuan hektare.
Peta izin perkebunan PT KLJ. Arsir merah adalah wilayah perizinan yang diberikan. Namun faktanya, pembukaan lahan jauh melebihi batas. Hutan di Kampung Mantar juga dibabat ribuan hektare.

PT KLJ adalah perusahaan perkebunan yang berdasarkan data google map, kantornya beralamat di Jl. Alaydrus No.23, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat. Berdasarka data-data yang diperoleh media ini, diketahui bahwa pada tahun tanggal 3 Juni 2003, terbit Surat Keputusan Bupati Nomor 460.4/291/VI/2003 berperihal izin pencadangan lokasi untuk pembangunan perkebunan karet. Pada 4 November 2004, terbit Surat Keputusan Bupati Kubar dengan nomor 503/698/Sosek-TU.P/XI/04 dengan perihal perpanjangan izin pencadanganlokasi pembangunan perkebunan karet.

Tahun 2005 PT KLJ mendapatkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dari Pemkab Kubar, ditandatangani Ir. Rama A. Asia yang saat itu menjabat sebagai Bupati Kubar. IUP terbit dengan nomor 503/223/Sosek-Tu.P/IV/2005, diterbitkan di Sendawar pada 04 Mei 2005. Isi IUP menerangkan bahwa PT Kruing Lestari Jaya beralamat di Jl. Mulawarman Nomor 33, Samarinda yang dipimpin Hermanto, mendapatkan izin pembukaan lahan untuk perkebunan karet seluas sekitar 7.500 hektare dengan pola kemitraan. Lokasi usaha tersebut berada di Kampung Besiq, Bermai, Muara Nilik (Kecamatan Damai), Lotaq, Begai (Kecamatan Muara Lawa) dan di Penarong (Kecamatan Bentian Besar).

Di dalam IUP juga diterangkan beberapa ketentuan, di antaranya, pembukaan lahan perkebunan maksimal 20 persen per tahun. Itu artinya, seluruh luasan konsesi, 7.500 hektare, hanya bisa dibuka dan ditanami kebun karet dalam kurun waktu lima tahun. Selain itu, perusahaan diwajibkan memberikan laporan perkembangan usaha perkebunan setiap tiga bulan sekali.

Pada lembar kedua, IUP berisisi keterangan empat titik koordinat lokasi yang membatasi areal konsesi. Di lembar ketiga merupakan peta, lengkap denganketerangan titi koordinat, batas kampung, batas kecamatan, sungai, jalan dan sebagainya.

Lalu Pada 31 Mei 2005, terbut Surat Izin Pembukaan Lahan Atas nama PT KLJ Nomor 525.21/752/Sosek-TU.P/V/2005 untuk jenis pengembangan tanaman karet.

Di akhir 2005, tepatnya 9 November, Bupati Kubar menerbitkan Surat Keputusan Nomor : 503/1065/EK-TU.P/XI/2005. Perihalnya Pemberian Izin Pengalihan Jenis Penanaman Karet Menjadi Penanaman Kelapa Sawit Oleh PT KLJ. Itu artinya, pada tahun tersebut pihak PT KLJ sebelumnya telah mengajukan permohonan pengalihan jenis tanaman perkebunan.

Lalu Maret 2008, terbit Surat Izin Usaha Perkebunan dengan nomor 503/094/Eko.TU.P/III/2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Perubahan Jenis Tanaman Karet Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Atas SK Bupati IUP No. 503/223/Sosek-TU.P/V/2005.

Kemudian Mei 2007, PT KLJ kembali mengajukan surat ditujukan ke Bupati Kubar dengan hal permohonan pengalihan jenis tanaman perkebunan dari karet menjadi kelapa sawit. Surat ditandatangani Direktur Utama PT KLJ tertanggal 7 Mei 2007 dengan nomor 037/KLJ-KBN/SMD/V/2007.

Di bulan yang sama, tepatnya 23 Mei 2007, terbit surat berkop Bupati Kubar dengan hal revisi izin pembukaan lahan dari tanaman karet menjadi tanaman kelapa sawit atas nama PT KLJ. Isinya bahwa Pemkab Kubar mengizinkan PT KLJ membuka lahan perkebunan seluas sekitar 7.500 hentare, secara bertahap selama lima tahun. Selain itu PT KLJ diminta memohon Surat Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) ke dinas kehutanan dan melarang PT KLJ membuka lahan di luar areal konsesi.

Pada 11 Juni 2007, PT KLJ mengajukan permohonan pembaharuan izin lokasi ke Bupati Kubar dengan tujuan untukmengurus Hak Guna Usaha (HGU) di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kubar, tapi melalui surat nomor 503/320/GKO-TU.P/VII/2007 ditujukan kepada Kepala Kantor BPN Kubar dan Direktur PT KLJ, Bupati Kubar menolak memberikan pembaharuan izin. Surat tersebut berperihal Klarifikasi Izin Lokasi Atas Nama PT Kruing Lestari Jaya.

Pasca terbitnya surat klarifikasi tersebut, tampaknya PT KLJ mulus menjalankan ‘aksinya’ mengobrak-abrik hutan di tiga kecamatan di Kubar. Dari banyak saksi dan fakta, bahkan pembukaan lahan yang dilakukan PT KLJ melebihi batas konsesi.

Tuduhan tersebut diperkuat dengan terbitnya surat surat dengan kop Pemkab Kubar, Sekretariat Daerah Sendawar yang ditujukan kepada PT Kruing Lestari Jaya tertanggal 14 Oktober 2014 dengan nomor 500/1129/EKO-TU.P/X/2014 dengan perihal tanggapan terhadap permohonan perubahan luas izin usaha perkebunan. Surat itu adalah jawaban surat permohonan pihak PT KLJ tertanggal 10 Juli 2014 dengan nomor 014/DIR-PEMDA/KLJ/VII/2014 perihal permohonan luas izin uasaha perkebunan.

Inti dari isi surat dari Pemkab Kubar tersebut adalah menolak permohonan penambahan luas perkebunan kelapa sawit PT KLJ. Penolakan lebih dikarenakan faktor administrasi, yakni kekurangan dokumen persyaratan, seperti rekomendasi dari Gubernur Kalimantan Timur, izin lingkungan, laporan perkembangan usaha perkebunan dan sebagainya. [] Saiful Bahri

Berikut data surat yang pernah dikeluarkan Pemkab Kubar terkait perizinan PT Kruing Jaya Lestari :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *